RUANG LINGKUP INTERVENSI PEMERINTAH
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di dalam Islam telah dijelaskan
segala sesuatu secara terperinci mengenai hal-hal yang berkitan dengan seluruh
aktifitas kehidupan manusia diantara nya yaitu aktifitas perekonomian yang
dilakukan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Dan kegiatan perekonomian berhubungan
pula dengan pemerintah dimana pemerintah memiliki peranan di dalam perekonomian
yang pastinya akan mendukung perekonomian itu sendiri. Pemerintah adalah
organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta
undang-undang di wilayah tertentu.
Dimana pemerintah
juga berperan pada Mekanisme
pasar, regulasi dan moral harus ada dalam satu kesatuan, satu paket pemikiran.
Dengan hanya moral dan harga saja, boleh jadi belum mampu mewujudkan
tujuan-tujuan yang diinginkan masyarakat. Maka dari itu peran efektif Negara
sebagai mitra, katalisator dan fasilitator, sangan dibutuhkan untuk mewujudkan
misi islam. Beberapa hadits telah menekankn perlunya peran-peran tersebut.
Salah satunya misal “Barang siapa yang telah
mendapatkan amanah dari masyarakat, tetapi tidak dapat menjalankannya dengan keikhlasan,
maka dia tidak akan pernah mencium harumnya syurga(HR. Bukhari).
Perhatian pada pentingnya peranan Negara telah mencerminkan oleh
tulisan ulama-ulama sepanjang sejarah. Al-Mawardy misalnya, telah menyatakan
bahwa keberadaan sebuah pemerintahan yang efektif, sangat diperlukan untuk
mencegah kezaliman dan pelanggaran. Sedangkan Ibnu Taimiyah pun menekankan
islam dan Negara mengenai hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Satu pihak
tidak dapat menjalankan programnya dengan baik tanpa dukungan pihak yang lain.
Proses implementasi syariah tidak akan mungkin tanpa adanya Negara yang
memainkan peranan penting, dan Negara mungkin akan terpuruk dalam pemerintahan
yang tidak adil dan tirani tanpa pengaruh syari’ah. Demikian pula Bakir Al-Sadr
sebagai mana di kutip M. Umer Chapra mengatakan bahwa “intervensi pemerintah
dalam ruang lingkup kehidupan berekonomi adalah penting dalam menjamin
keselarasan dengan norma-norma islam.
B. RUMUSAN MASALAH
Di dalam
makalah ini akan dibahas yaitu :
1.
Bagaimana ulasan lengkap mengenai ruang lingkup intervensi pemerintah dalam Islam ?
2.
Apa saja aspek-aspek yang ada di dalam ruang lingkup intervensi pemerintah dalam
Islam?
3.
Bagaimana penerapan ruang lingkup intervensi pemerintah dalam Islam ?
C.
TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan
penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk memahami isi dari materi ruang lingkup intervensi pemerintah dalam islam
2.
Untuk memahami secara lengkap dan menyeluruh dari aspek-aspek intervensi pemerintah
3.
Untuk bisa mengetahui pengertian intervensi pemerintah,
peran pemerintah serta berbagai aspek yang berkaitan dengan intervensi
pemerintah.
D. METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam
penyusunan makalah ini, perlu sekali pengumpulan data serta sejumlah informasi
aktual yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas. Sehubungan dengan
masalah tersebut dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan beberapa
metode pengumpulan data, diantaranya :
1.
Membaca buku sumber pendukung penulisan makalah.
2.
Mencari informasi terkait melalui internet.
E.
SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika terbagi menjadi 3 bagian :
·
BAB I Pendahuluan
·
BAB II Pembahasan
·
BAB III Penutup
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN INTERVENSI PEMERINTAH
Intervensi pemerintah adalah
campur tangan pemerintah dalam mengurus negaranya.
Tujuan dilakukannya campur tangan pemerintah adalah sebagai berikut :
Tujuan dilakukannya campur tangan pemerintah adalah sebagai berikut :
1.
Menjamin agar kesamaan hak bagi setiap individu dapat tetap
terwujud dan eksploitasi dapat dihindarkan,
2.
Menjaga agar perekonomian dapat tumbuh dan mengalami perkembangan
yang teratur dan stabil,
3.
Mengawasi kegiatan-kegiatan perusahaan, terutama
perusahaan-perusahaan besar yang dapat mempengaruhi pasar, agar mereka tidak
menjalankan praktik-praktik monopoli yang merugikan,
4.
Menyediakan barang publik (public goods)
meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
5.
Mengawasi agar eksternalitas kegiatan ekonomi yang merugikan
masyarakat dapat dihindari atau dikurangi.
B.
PANDANGAN EKONOMI ISLAM TERKAIT INTERVENSI
PEMERINTAH
Pemerintah Islam, sejak zaman Nabi telah concern terhadap masalah
keseimbangan harga, terutama pada peran pemerintah dalam mewujudkan kestabilan
harga dan mengatasi masalahnya. Akan tetapi sebagian ulama menolak peran
pemerintah dalam mencampuri urusan ekonomi yang salah satunya adalah tentang
ketentuan penetapan harga karena berdasarkan sebuah hadist
Nabi SAW yang artinya sebagai berikut :
“Allah-lah yang sesungguhnya penentu harga, yang mencabut, yang
meluaskan dan pemberi rizqi. Aku berharap tatkala bertemu Allah tidak ada
seorang pun diantara kamu yang menuntut padaku tentang adanya kezaliman dalam
urusan darah maupun harta bendanya.”
Dalam hadist tersebut Nabi menegaskan bahwa ikut campur dalam
masalah penetapan harga tanpa adanya kecurangan dalam penetapan harga maka itu
adalah perbuatan yang zalim karena harga suatu barang adalah hak pihak yang
bertransaksi maka kepadanya mereka diserahkan fluktuasi. Oleh karena itu,
pemerintah atau pengausa tidak berhak ikut campur kecuali ada kecurangan dalam
pasar.
Selain itu, Abu Hanifah berpendapat bahwa otoritas pemerintah tidak
boleh ikut campur dalam pasar, khususnya dalam penetapan harga kecuali adanya
kecurangan dalam pasar itu sendiri atau terjadinya ketidak sempurnaan dalam
pasar. Contoh nyata dari ketidak sempurnaan pasar ini adalah karena adanya
monopoli dalam perdagangan baik berupa makanan atau barang-barang. Dalam kasus
seperti itu, pemerintah harus menetapkan untuk menetapkan penjualan dan
pembelian mereka. Seorang pemegang monopoli tidak boleh dibiarkan bebas
melaksanakan kekuasaannya.
Menurut Yahya bin Umar, di samping Al-Qur’an, setiap muslim harus
berpegang teguh pada sunnah dan mengikuti seluruh perintah Nabi Muhammad SAW
dalam melakukan setiap aktivitas ekonominya. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa
keberkahan akan selalu menyertai orang-orang yang bertaqwa, sesuai dengan
firman Allah SWT yang artinya:
“Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,
tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.”. (Qs: Al-A’raf: 96).
Mengenai pemikiran ekonominya, fokus perhatian Yahya bin Umar
tertuju pada hukum-hukum pasar yang terefleksikan dalam pembahasan
tentang ta’sir (penetapan harga). Penetapan harga (al-ta’sir) merupakan tema sentral dalam kitab Ahkam Al-suq. Imam Yahya bin Umar
berpendapat bahwa al-ta’sir (penetapan harga) tidak boleh dilakukan. Ia
berhujah dengan berbagai hadis Nabi Muhammad SAW, antara lain:
Dari Anas bin Malik, ia berkata: “Telah melonjak harga (di pasar)
pada masa Rasulullah SAW. Mereka (para sahabat) berkata: “Wahai Rasulullah,
tetapkanlah harga bagi kami.”.Rasulullah SAW menjawab: “Sesungguhnya Allah-lah
yang menguasai (harga), yang memberi rezeki, yang memudahkan, dan yang menetapkan
harga. Aku sunguh berharap bertemu dengan Allah dan tidak seorang pun (boleh)
memintaku untuk melakukan suatu kezaliman dalam persoalan jiwa dan harta.”.
(Riwayat Abu Dawud)
Selain
itu Yahya bin Umar menyatakan bahwa pemerintah tidak boleh melakukan intervensi,
kecuali dalam dua hal, yaitu:
1.
Para pedagang tidak memperdagangkan barang dagangan tertentunya
yang sangat dibutuhkan masyarakat, sehingga dapat menimbulkan kemudaratan serta
merusak mekanisme pasar.
2.
Para pedagang melakukan praktik siyasah al-ighraq atau banting
harga (dumping) yang dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat serta dapat
mengacaukan stabilitas harga pasar.
Hal ini menurut Dr. Rifa’at al-Audi mengindikasikan bahwa
sesungguhnya Imam yahya bin Umar mendukung kebebasan ekonomi, termasuk
kebebasan kepemilikan. Namun Yahya bin Umar menambahkan bahwa mekanisme harga
itu harus tunduk kepada kaidah-kaidah. Di antara kaidah-kaidah tersebut adalah
pemerintah berhak untuk melakukan intervensi ketika terjadi tindakan
sewenang-wenang dalam pasar yang dapat menimbulkan kemudaratan bagi masyarakat,
termasuk ihtikar dan dumping.
Menurut Imam Yahya bin Umar, timbulnya kemudaratan terhadap
masyarakat merupakan syarat pelarangan penimbunan barang. Apabila hal itu
terjadi, barang dagangan hasil timbunan tersebut harus dijual dan keuntungan
dari hasil penjualan ini disedekahkan sebagai pendidikan terhadap para pelaku
ihtikar. Adapun para pelaku ihtikar itu sendiri hanya berhak mendapatkan modal
pokok mereka. Selanjutnya, pemerintah memperingati para pelaku ihtikar agar
tidak mengulangi perbuatannya. Apabila mereka tidak mempedulikan peringatan
tersebut, pemerintah berhak menghukum mereka dengan memukul, mengelilingi kota,
dan memenjarakannya.
Dalam Islam praktek menimbun barang dan monopoli sangat dilarang,
dan menganggap monopoli itu sebgai perbuatan dosa. Meskipun melarang praktik
monopoli, tetapi bukan berarti melarang pembeli untuk membeli barang dari
pelaku monopoli, sebab jika itu dilarang, penduduk akan semakin menderita.
Karena itu, Islam tidak membolehkan para penjual membuat perjanjian untuk
menjual barang pada tingkat harga yang ditetapkan lebih dulu, antara penjual
dan pembeli, sehingga mereka membentuk kekuatan untuk menghasilkan harga barang
dagangan pada tingkat yang lebih rendah, kasus tersebut biasa disebut monopoli.
Islam juga sangat menentang diskriminasi harga untuk melawan
pembeli atau penjual yang tidak tahu harga sebenarnya yang berlaku di pasar
pada saat itu. Dalam hal ini Ibnu Taimiyah menyatakan, “Seorang penjual tidak
dibolehkan menetapkan harga di atas harga biasanya, harga yang tidak umum di
dalam masyarakat, dari individu yang tidak sadar dan harus menjualnya pada
tingkat harga yang umum. Jika seorang pembeli harus membayar pada tingkat harga
yang berlebihan, ia memiliki hak untuk memperbaiki transaksinya. Seseorang
tahu, bahwa diskriminasi dengan cara seperti itu bisa dihukum dan dikucilkan
haknya memasuki pasar. Pendapat Ibnu Taimiyah ini merujuk pada sabda Rasulullah
SAW, ”menetapkan harga terlalu tinggi terhadap orang yang tak sadar tidak
tahu adalah riba”.
Sejalan dengan pemikiran Abu Hanifah, Ibnu Taimiyah berpendapata
bahwa penetapan harga oleh pemerintah diperbolehkan ketika terjadi keidak
sempurnaan dalam pasar. Misalnya jika para penjua menolak untuk menjual barang
dagangan mereka kecuali jika harganya mahal dari harga normal dan pada saat
yang sama penduduk sangat membutuhkan barang-barang tersebut, mereka diharuskan
menjualnya pada tingkat harga yang setara.
Namun jika penetapan harga itu penuh dengan keadilan yakni harga
yang tidak menimbulkan dampak negative atau kerugian bagi para pelaku pasar,
baik penjual maupun pembeli. Sebagai contoh, melarang mereka menambah dari
harga mitsli yaitu harga yang berlaku pada saat itu di pasar dan memaksa untuk
membayar harga mitsli. Maka hal ini dianggap halal dan bahkan hukumnya wajib,
karena jika ada seseorang penjual yang tidak mau menjual barangnya, padahal
barang itu sangat di butuhkan masyarakat, selain itu masyarakat harus menambah
harga maka disinilah kehalalan untuk memaksa pedagang agar menjual barangnya
dengan harga mitsli. Dan penetapan harga dengan cara memaksa ini merupakan cara
yang adil untuk memenuhi perintah Allah.
“Intervensi Pemerintah” Antara
Kebutuhan dan Penolakan di Bidang Ekonomi diserahkan
begitu saja pada mekanisme bebas kekuatan-kekuatan ekonomi. Untuk itu dalam
upaya menyeimbangkan pertumbuhan berbagai sektor perekonomian hingga
penawaran harus sesuai dengan permintaan. Hal ini
dibutuhkan pengawasan dan pengaturan oleh Negara atau pemerintah dalam
upaya mencapai pertumbuhan yang seimbang. Kesimbangan membutuhkan suatu pengawasan
terhadap produksi, distribusi dan konsumsi komoditas. Pemerintah harus membuat suatu
rencana pengawasan fisik serta langkah-langkah fiscal dan moneter yang perlu
dilakukan.
Langkah-langkah tersebut tidak dapat dihindarkan dalam upaya
mengurangi ketidakseimbangan ekonomi dan sosial yang mengancam Negara
berkembang. mengatasi perbedaan sosial dan menciptakan psikologis, ideologi,
sosial, dan politik yang menguntungkan bagi pembangunan ekonomi menjadi tugas
penting pemerintah.
C.
FUNGSI PEMERINTAH DI BIDANG EKONOMI
Menurut kaum klasik mengatakan bahwa yang penting bagi Pemerintah
adalah tidak mengerjakan aktivitas–aktivitas yang telah dikerjakan oleh para
individu, entah itu baik atau jelek, tetapi Pemerintah hendaknya mengerjakan
aktivitas–aktivitas yang sama sekali tidak/belum pernah dikerjakan oleh sektor
swasta baik secara perorangan maupun bersama–sama.
Menurut
Adam Smith( klasik ), Pemerintah memiliki 3 fungsi yaitu:
1.
Fungsi pemerintah untuk memelihara keamanan dalam negeri dan
pertahanan. Agar warganegara dapat melakukan kegiatan usaha
dengan tenang dan nyaman
2.
Fungsi pemerintah untuk menyelenggarakan peradilan. Agar setiap
warga memiliki hak dan kewajiban yang sama
3.
Fungsi pemerintah untuk menyediakan barang-barang yang tidak
disediakan. Agar warga negara mendapat kemudahan-kemudahan dalam
menjalankan kegiatan usaha.
Peran ideal pemerintah, seperti yang dimaksud di atas, sudah sejak
lama digariskan dalam ekonomi klasik, demikian pula secara
imperatip konstitusi telah mengaturnya. Oleh sebab itu, masalah krusial yang
harus dibenahi adalah komitmen yang lebih tegas dari pelaku-pelaku ekonomi terhadap
hal tersebut. Rendahnya komitmen memiliki kecenderungan linier dengan kearifan moralitas
untuk mengarahkan perilaku pelaku-pelaku ekonomi khususnya di tingkat mikro ekonomi.
Mengingat akar masalah dari kekisruhan tersebut maka menjadi lebih relavan bila
mengurut perbaikan kinerja perekonomian bermula dari penyelenggaraan proses
pembelajaran ekonomi, khususnya di fakultas ekonomi, muatan moral harus
merupakan bagian terpenting dari proses pembelajaran tersebut.
Pembelajaran ilmu ekonomi selama ini lebih mengarah kepada masalah-masalah
teknis, sebagai bagian dari tuntutan pragmatis dan bernuansa jangka pendek, ternyata
hanya menciptakan manusia-manusia yang trampil, tetapi lemah dalam social responsibility,
dan malahan memperlemah eksistensi ilmu ekonomi dalam mengatasi masalah-
masalah yang terjadi dalam masyarakat.
Dalam upaya peningkatan kehidupan ekonomi, individu, dan anggota
masyarakat tidak hanya tergantung pada peranan pasar
melalui sektor swasta. Peran pemerintah dan mekanisme pasar (interaksi
permintaan dan penawaran pasar) merupakan hal yang bersifat komplementer (bukan substitusi)
dengan pelaku ekonomi lainnya.
Pemerintah
sebagai salah satu pelaku ekonomi (rumah tangga pemerintah), memiliki fungsi penting
dalam perekonomian yaitu berfungsi sebagai stabilisasi, alokasi, dan
distribusi. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1.
Fungsi Stabilisasi, yakni fungsi pemerintah dalam menciptakan
kestabilan ekonomi, sosial, politik, hukum,
pertahanan, dan keamanan.
2.
Fungsi Alokasi, yakni fungsi pemerintah sebagai penyedia barang dan
jasa publik seperti pembangunan jalan raya, gedung sekolah,
penyediaan fasilitas penerangan, dan telepon.
3.
Fungsi Distribusi, yakni fungsi pemerintah dalam pemerataan atau
distribusi pendapatan masyarakat.
Perlunya
peran dan fungsi pemerintah dalam perekonomian, yaitu sebagai berikut:
1.
Pembangunan ekonomi dibanyak negara umumnya terjadi akibat
intervensi pemerintah baik secara langsung maupun tidak
langsung. Intervensi pemerintah diperlukan dalam perekonomian untuk
mengurangi dari kegagalan pasar (market failure) seperti kekakuan harga
monopoli dan dampak negatif kegiatan usaha swasta contohnya pencemaran
lingkungan.
2.
Mekanisme pasar tidak dapat berfungsi tanpa keberadaan aturan yang
dibuat pemerintah. Aturan ini memberikan landasan bagi
penerapan aturan main, termasuk pemberian sanksi bagi pelaku ekonomi
yang melanggarnya. Peranan pemerintah menjadi lebih penting karena mekanisme pasar
saja tidak dapat menyelesaikan semua persoalan ekonomi. Untuk menjamin
efisiensi, pemerataan dan stabilitas ekonomi, peran dan fungsi pemerintah
mutlak diperlukan dalam perekonomian sebagai pengendali
mekanisme pasar.
3.
Kegagalan pasar (market failure) adalah suatu istilah untuk
menyebut kegagalan pasar dalam mencapai alokasi atau pembagian
sumber daya yang optimum. Hal ini khususnya dapat terjadi jika pasar didominasi
oleh para pemasok monopoli produksi atau konsumsi dan sebuah produk mengakibatkan
dampak sampingan (eksternalitas), seperti rusaknya ekosistem lingkungan.
Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, negara atau pemerintah memiliki fungsi yang penting
dalam kehidupan ekonomi, terutama yang berkaitan dengan penyediaan barang dan
jasa. Barang dan jasa tersebut sangat diperlukan masyarakat dan disebut
sebagai kebutuhan publik. “Intervensi Pemerintah” Antara
Kebutuhan dan Penolakan di Bidang Ekonomi Kebutuhan
publik meliputi dua macam barang, yaitu barang dan jasa publik dan barang dan
jasa privat. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1.
Barang dan jasa publik adalah barang dan jasa yang pemanfaatannya
dapat dinikmati bersama. Contoh barang dan jasa publik yaitu
jalan raya, fasilitas kesehatan, pendidikan, transportasi, air minum,
dan penerangan. Dengan pertimbangan skala usaha dan efisiensi, negara melakukan
kegiatan ekonomi secara langsung sehingga masyarakat dapat lebih cepat dan
lebih murah dalam memanfaatkan barang dan jasa tersebut.
2.
Barang dan jasa privat adalah barang dan jasa yang diproduksi dan
penggunaannya dapat dipisahkan dari penggunaan oleh
orang lain. Contoh : pembelian pakaian akan menyebabkan hak kepemilikan
dan penggunaan barang berpindah kepada orang yang membelinya. Barang ini umumnya
diupayakan sendiri oleh masing-masing orang. Selain
itu, peran penting pemerintah baik secara langsung dan tidak langsung didalam
di dalam kehidupan ekonomi adalah untuk menghindari timbulnya
eksternalitas, khususnya dampak sampingan bagi lingkungan alam dan
sosial. Pada umumnya sektor pasar (sektor swasta) tidak mampu
mengatasi dampak eksternalitas yang merugikan seperti pencemaran lingkungan
yang timbul karena persaingan antar lembaga ekonomi. Misalnya, sebuah
pabrik tekstil yang berada dalam pasar persaingan sempurna.
Menurut standar industri yang sehat, pabrik tersebut seharusnya membangun
fasilitas pembuangan limbah. Akan tetapi, mereka membuangnya kesungai. Jika pemerintah
tidak mengambil tindakan tegas, dengan memaksa pabrik tersebut membangun
fasilitas pembuangan limbah pabrik akan semakin banyak penduduk yang merasa
dirugikan atas limbah atau polusi yang diakibatkan adanya kegiatan dalam pabrik
tersebut. Selain memberi peringatan kepada tersebut,
pemerintah juga mengenakan pajak polusi untuk mendanai kerugian-kerugian yang
lain.
D.
PERLUKAH INTERVENSI PEMERINTAH
Pada
intinya, pemerintah ikut serta dalam kegiatan perekonomian supaya menanggulangi kegagalan
pasar sehingga tidak adanya eksternalitas yang merugikan banyak pihak. Adapun
bentuk dari peran pemerintah yakni dengan melakukan intervensi baik secara
langsung maupun tidak langsung. Di bawah ini merupakan
penjelasannya:
1. Intervensi Pemerintah dalam
Perekonomian
Untuk mengatasi kegagalan pasar
(market failure) seperti kekakuan harga, monopoli, dan eksternalitas
yang merugikan maka peran pemerintah sangat diperlukan dalam perekonomian suatu negara.
Peranan ini dapat dilakukan dalam bentuk intervensi secara laungsung maupun
tidak langsung. Berikut adalah intervensi pemerintah secara langsung dan
tidak langsung dalam penentuan harga pasar untuk
melindungi konsumen atau produsen melalui kebijakan penetapan harga
minimum (floor price) dan kebijakan penetapan harga maksimum (ceiling price).
a. Intervensi Pemerintah secara Langsung
1) Penetapan Harga Minimum (floor price)
Penetapan harga minimum atau harga dasar yang dilakukan oleh
pemerintah bertujuan untuk melindungi produsen, terutama untuk
produk dasar pertanian. Misalnya harga gabah kering terhadap
harga pasar yang terlalu rendah. Hal ini dilakukan supaya tidak ada tengkulak
(orang/pihak yang membeli dengan harga murah dan dijual kembali dengan harga
yang mahal) yang membeli produk tersebut diluar harga yang
telah ditetapkan pemerintah. Jika pada harga tersebut tidak ada yang
membeli, pemerintah akan membelinya melalui BULOG (Badan Usaha Logistik)
kemudian didistribusikan ke pasar. Namun, mekanisme penetapan harga seperti
ini sering mendorong munculnya praktik pasar gela, yaitu
pasar yang pembentukan harganya di luar harga minimum
2) Penetapan Harga Maksimum (ceiling price)
Penetapan harga maksimum atau Harga Eceran Tertinggi (HET) yang
dilakukan pemerintah bertujuan untuk melindungi konsumen.
Kebijakan HET dilakukan oleh pemerintah jika harga pasar dianggap
terlalu tinggi diluar batas daya beli masyarakat (konsumen). Penjual tidak
diperbolehkan menetapkan harga diatas harga maksimum tersebut. Contoh penetapan
harga maksimum di Indonesia antara lain harga obat-obatan diapotek, harga BBM, dan
tariff angkutan atau transportasi seperti tiket bus kota, tarif kereta
api dan tarif taksi per kilometer. Seperti halnya penetapan harga minimum,
penetapan harga maksimum juga mendorong terjadinya pasar gelap.
b. Intervensi Pemerintah secara Tidak Langsung
1) Penetapan Pajak
Kebijakan penetapan pajak dilakukan oleh pemerintah dengan cara
mengenakan pajak yang berbeda-beda untuk berbagai
komoditas. Misalnya untuk melindungi produsen dalam negeri, pemerintah
dapat meningkatkan tarif pajak yang tinggi untuk barang impor. Hal tersebut menyebabkan
konsumen membeli produk dalam dalam negeri yang harganya relatif lebih murah.
2) Pemberian Subsidi
Pemerintah dapat melakukan intervensi atau campur tangan dalam
pembentukan harga pasar yaitu melalui pemberian subsidi.
Subsidi biasanya diberikan pemerintah kepada perusahaan- perusahaan penghasil
barang kebutuhan pokok. Subsidi juga diberikan kepada perusahaan yang baru
berkembang untuk menekan biaya produksi supaya mampu bersaing terhadap
produk-produk impor. Kebijakan ini ditempuh pemerintah dalam upaya pengendalian
harga untuk melindungi produsen maupun konsumen sekaligus
untuk menekan laju inflasi.
Permasalahan ekonomi tidak hanya meliputi masalah-masalah mikro
seperti kekakuan harga, monopoli, dan eksternalitas yang
memerlukan intervensi pemerintah. Permasalahan ekonomi juga terjadi
dalam lingkup ekonomi makro yang memerlukan kebijakan pemerintah.
Dinegara-negara sedang berkembang, pada umumnya terdapat tiga masalah besar pembangunan
ekonomi. Ketiga masalah tersebut berkaitan dengan kemiskinan, kesenjangan ekonomi,
dan pengangguran yang terus meningkat. Permasalahan ekonomi
makro Indonesia dalam membangun negara sebenarnya tidak hanya
sebatas itu. Inflasi yang tidak terkendali, ketergantungan terhadap impor dan
utang luar negeri merupakan masalah pemerintah dalam bidang ekonomi makro.
3) Masalah Kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu keadaan ketidakmampuan yang bersifat
ekonomi (ekonomi lemah) jadi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan
pokok (kebutuhan primer) karena pendapatannya rendah. Kemiskinan terjadi karena
beberapa faktor. Karena rendahnya pendapatan yang
menyebabkan rendahnya daya beli. Selain itu karena rendahnya pendidikan
masyarakat sehingga masyarakat tidak mendapatkan hidup yang layak.
Untuk mengatasi kemiskinan yaitu dengan cara membantu masyarakat
pemerintah melakukan program ‘Program Inpres Desa
Tertinggal’ atau IDT, pemberian kredit untuk para petani dan pengasuh
kecil berupa ‘Kredit Usaha Kecil’ atau KUK, Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Program
Kawasan Terpadu (PKT), Program Gerakan Orang Tua Asuh (GN-OTA), Raskin, Bantuan Langsung
Tunai (BLT), serta program-program lainnya.
Kemiskinan merupakan masalah utama yang dihadapi pemerintah. Memang
sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengatasinya. Namun kita semua juga
haruslah ikut serta dalam upaya pengentasan kemiskinan karena
kita merupakan mahluk sosial yang beragama. Dimulai dari upaya
kecil dan nantinya akan melakukan perubahan besar. Solusi
atas masalah kemiskinan yang dapat kita upayakan yaitu dengan dimulai dari diri sendiri,
mulai detik ini, dan hingga akhir nanti. Maksudnya kalian sebagai pelajar,
belajarlah dengan tekun untuk masa depan diri kalian sendiri serta nantinya
akan berkembang potensi positif kalian untuk berguna bagi
masyarakat. Contohnya, jika kalian belajar dengan tekun maka kalian membentuk
diri sebagai pribadi yang intelektual serta berakhlak mulia. Potensi positif
tersebut dapat digunakan untuk memperoleh pekerjaan yang layak sehingga
pendapatan yang kalian dapatkan akan membuat kalian jauh dari kemiskinan dan
pendapatan tersebut dapat kalian sisihkan untuk membantu sesama seperti
membagikan sembako atau kebutuhan-kebutuhan lainnya, berpartisipasi aktif dalam
kegiatan sosial, dan lain-lain.
E.
MASALAH KETERBELAKANGAN
Keterbelakangan merupakan suatu keadaan yang kurang baik jika
dibandingkan dengan keadaan lingkungan lainnya.
Keterbelakangan dalam hal ini maksudnya adalah ketertinggalan dengan
negara lain di lihat dari berbagai aspek serta berbagai bidang. Dilihat dari
penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), Indonesia masih dikategorikan
sebagai negara sedang berkembang. Ciri lain dari negara
sedang berkembang adalah rendahnya tingkat pendapatan dan pemerataannya,
rendahnya tingkat kemajuan dan pelayanan fasilitas umum/publik, rendahnya tingkat
disiplin masyarakat, rendahnya tingkat keterampilan penduduk, rendahnya tingkat
pendidikan formal, kurangnya modal, dan rendahnya produktivitas tenaga kerja,
serta lemahnya tingkat manajemen usaha.
Untuk mengatasi masalah keterbelakangan tersebut, pemerintah
berupaya meningkatkan kualitas SDM dengan melakukan
program pendidikan seperti wajib belajar 9 tahun dan mengadakan
pelatihan-pelatihan seperti Balai Latihan Kerja (BLK). Selain itu, melakukan pertukaran
tenaga ahli, melakukan transfer teknologi dari negara-negara maju.
Masalah keterbelakangan merupakan masalah yang harus kita atasi
bersama. Karena kita merupakan subjek atau obejek dari
permasalahan ini. Upaya yang dapat kita lakukan adalah dengan memiliki
semangat ingin maju sehingga kita memiliki hasrat untuk belajar dan belajar
terus. Negara kita belum dikategorikan sebagai negara maju. Kita sebagai
masyarakatnya haruslah membantu pemerintah untuk mengejar
ketertinggalan dari segala bidang dengan negara lain. Upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan meningkatkan IPTEK karena merupakan kunci untuk mengatasi masalah keterbelakangan.
F.
MASALAH PENGANGGURAN DAN KETERBATASAN KESEMPATAN KERJA
Pengangguran merupakan suatu kondisi kurang produktif atau pasif
sehingga kurang mampu menghasilkan sesuatu. Sedangkan
keterbatasan kesempatan kerja merupakan suatu keadaan kekurangan peluang untuk
mendapatkan pekerjaan karena tidak dapat masuk dalam kuota atau pekerjaan yang
tersedia. Masalah pengangguran dan keterbatasan kesempatan Kerja saling berhubungan
satu sama lainnya. Masalah pengangguran timbul karena adanya ketimpangan
antara jumlah kesempatan kerja yang tersedia. Hal ini terjadi
karena Indonesia sedang mengalami masa transisi perubahan stuktur ekonomi
dari negara agraris menjadi negara industri.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka solusinya adalah dengan
melaksanakan program pelatihan bagi tenaga kerja sehingga tenaga kerja memiliki
keahlian yang sesuai dengan lapangan yang tersedia, pembukaan
investasi-investasi baru, melakukan program padat karya, serta memberikan
penyuluhan dan informasi yang cepat mengenai lapangan pekerjaan. Supaya kita
tidak menjadi pengangguran karena kurangnya kesempatan kerja maka kita dapat berupaya
secara aktif sehingga menjadi produktif yang pada akhirnya kita tidak
ketergantungan pada pekerjaan yang telah tersedia. Lebih baik kita menciptakan
pekerjaan yakni berwirausaha dari pada kita ketergantungan pada pekerjaan yang
belum pasti kita akan dapatkan. Kalaupun kita tidak dapat
menciptakan pekerjaan maka kita harus bersiap untuk bersaing dengan para
pencari pekerja baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Untuk itu, kalian
semestinya memanfaatkan kegiatan belajar dengan baik untuk memupuk ilmu
pengetahuan serta kepribadian yang baik supya kita memiliki kompetensi atau
kemampuan untuk bersaing dalam mendapatkan pekerjaan. Dalam mendapatkan
pekerjaan, yang perlu diperhatikan bukan nilai dari pendidikan formal (sekolah,kuliah)
dan non-formal (kursus ketrampilan, kepribadian, serta pengalaman) saja yang dijadikan
bahan pertimbangan utama namun penerapan atau aplikasi dari ilmu pengetahuan
yang dimiliki. Artinya percuma jika nilai tinggi di ijazah tetapi setelah diuji
kembali tidak dapat membuktikannya. Maka kalian disaat ujian janganlah
membiasakan mencontek atau bekerja sama supaya
mendapatkan nilai yang tinggi.
G.
MASALAH KEKURANGAN MODAL
Masalah kekurangan modal adalah salah satu ciri penting bagi setiap
negara yang memulai proses pembangunan. Kekurangan modal
tidak hanya mengahambat kecepatan pembangunan ekonomi
yang dapat dilaksanakan tetapi dapat menyebabkan kesulitan negara tersebut
untuk lepas dari kemiskinan. Pemerintah banyak melakukan
program-program bantuan modal salah satunya yakni PNPM MANDIRI.
Selain pemerintah, badan usaha juga membantu dalam masalah kekurangan modal seperti
bank, koperasi, BUMN seperti PLN dan lain-lain.
Untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan melakukan
program-program yang meningkatan kualitas SDM atau
peningkatan investasi menjadi lebih produktif. Kekurangan modal dapat
diatasi secara bijak dengan tidak meminjam kepada retenir. Lebih baik meminjam
kepada koperasi karena koperasi jasa yang dikenakan bersifat menurun dan
kita akan mendapatkan Sisa Hasil Usaha (SHU). Kalaupun dirasa
tidak akan mampu mengembalikan pinjaman maka semestinya kita
berfikir kreatif dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
H.
MASALAH PEMERATAAN PENDAPATAN
Pemerataan pendapatan bukan berarti pendapatan masyarakat harus
sama. Pemerataan pendapat supaya keadaan masyarakat semakin membaik bukan semakinrendah.
Pemerataan Pendapatan merupkan upaya untuk membantu masyarakat yang ekonominya
rendah supaya tidak jauh terpojok. Artinya untuk menghindari dari adanya gap
atau batas antara yang kaya dan yang miskin. Jadi supaya yang kaya
semakin kaya yang miskin semakin miskin.
Ketidak merataan pendapatan terjadi karena sebagian besar
pembangunan Indonesia terkonsentrasi hanya dikota-kota
besar saja. Oleh sebab itulah supaya pendapatan masyarakat merata, perlu
perhatian pemerintah yang didukung oleh masyarakat untuk bersama meningkatkan pelayanan
kualitas publik, meningkatkan kualitas SDM dan SDA supaya dapat mengatasi ketidakmerataan
pendapatan. Penerapan pajak bagi masyarakat yang berpenghasilan tinggi lebih dicermati
lagi untuk subsidi silang bagi masyarakat yang ekonominya masih rendah.
I.
INFLASI
Inflasi atau kenaikan harga umum secara terus-menerus dianggap
berbahaya karena dapat menyebabkan dampak negatif seperti
menurunkan tingkat kesejahteraan rakyat, memburuknya distribusi
pendapatan, dan mengganggu stabilitas ekonomi.
Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya inflasi adalah sebagai berikut:
1.
Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan barang dan jasa
2.
Tuntutan kenaikan upah dari pekerja.
3.
Kenaikan harga barang impor
4.
Penambahan penawaran uang dengan cara mencetak uang baru
5.
Kekacauan politik dan ekonomi seperti yang pernah terjadi di
Indonesia tahun 1998. Akibatnya angka inflasi mencapai 58,5%. Untuk mengatasi
masalah inflasi salah satu caranya yakni dengan operasi pasar untuk meninjau
harga supaya harga tidak terlalu tinggi dipasaran, memberikan subsidi untuk
membantu masyarakat yang ekonominya masih rendah, dan menurunkan pajak untuk
meringankan beban produsen dan konsumen.
J.
KETERGANTUNGAN TERHADAP IMPOR DAN UTANG LUAR NEGERI
Tingkat ketergantungan yang tinggi dari pemerintah dan sektor
swasta terhadap impor dan utang luar negeri merupakan masalah
pembangunan. Impor yang tinggi jelas akan mengurangi cadangan
devisa negara. Jika cadangan devisa berkurang, stabilitas ekonomi nasional akan
lemah. Utang luar negeri merupakan suatu masalah serius pemerintah. Jika
suatu negara memiliki utang luar negeri masalah yang muncul
adalah menyangkut beban utang. Semestinya pemerintah berupaya
meningkatkan pertumbuhan ekspor supaya cadangan devisa (pendapatan negara)
menjadi bertambah serta mengurangi kebiasaan utang. Lebih baik memanfaatkan
sumber daya yang ada secara kreatif tidak tergantung pada
bantuan dari pihak luar.
Untuk mengatasi masalah-masalah di bidang ekonomi, pemerintah menggunakan
kebijakan- kebijakan tertentu. Secara garis besar, terdapat tiga kebijakan
pemerintah dalam bidang ekonomi makro. Kebijakan tersebut adalah
sebagai berikut :
KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER
1.
Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal berhubungan erat dengan kegiatan pemerintah
sebagai pelaku sektor publik. Kebijakan fiskal dalam penerimaan
pemerintah dianggap sebagai suatu cara untuk mengatur mobilisasi
dana domestik, dengan instrumen utamanya perpajakan. Dinegara sedang berkembang seperti
Indonesia, kebijakan moneter dan kebijakan luar negeri belum berjalan seperti
yang diharapkan. Dengan demikian, peranan kebijakan fiskal dalam bidang
perekonomian menjadi semakin penting.
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah
untuk mengendalikan atau mengarahkan perekonomian pada saat kondisi yang lebih
baik. Caranya yaitu mengatur penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pajak (T) dan pengeluaran
pemerintah (G). Kebijakan fiskal pemerintah dapat bersifat ekspansif maupun
kontraktif. Kebijakan yang bersifat ekspansif dilakukan pada saat perekonomian
sedang menghadapi masalah pengangguran yang tinggi.
Tindakan yang dilakukan pemerintah adalah dengan memperbesar
pengeluaran pemerintah (misalnya menambah subsidi kepada
rakyat kecil) atau mengurangi tingkat pajak. Adapun kebijakan fiskal kontraktif
adalah bentuk kebijakan fiskal yang dilakukan pada saat perekonomian mencapai
kesempatan kerja penuh atau menghadapi inflasi. Tindakan yang dilakukan adalah mengurangi
pengeluaran pemerintah atau memperbesar tingkat pajak.
2.
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan ekonomi yang digunakan Bank
Indonesia sebagai otoritas moneter, untuk mengendalikan atau mengarahkan
perekonomian pada kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan mengatur
jumlah uang yang beredar (JUB) dan tingkat suku bunga. Kebijakan moneter tujuan
utamanya adalah mengendalikan jumlah uang yang beredar (JUB). Kebijakan
moneter mempunyai tujuan yang sama dengan kebijakan ekonomi pemerintah lainnya.
Perbedaannya terletak pada instrumen kebijakannya. Jika dalam kebijakan fiskal pemerintah
mengendalikan penerimaan dan pengeluaran pemerintah maka dalam kebijakan
moneter Bank Sentral (Bank Indonesia) mengendalikan jumlah uang yang
bersedar (JUB). Melalui kebijakan moneter, Bank Sentarl dapat mempertahankan,
menambah, atau mengurangi JUB untuk memacu pertumbuhan ekonomi sekaligus
mempertahankan kestabilan harga-harga. Berbeda dengan
kebijakan fiskal, kebijakan moneter memiliki selisih waktu (time lag) yang
relatif lebih singkat dalam hal pelaksanaannya. Hal ini terjadi karena Bank
Sentral tidak memerlukan izin dari DPR dan kabinet untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi dalam
perekonomian. Kebijakan moneter memiliki tiga instrumen, yaitu operasi pasar
terbuka (open market operation), kebijakan tingkat suku
bunga (discount rate policy) dan rasio cadangan wajib (reserve requirement
ratio).
Adapun penjelasannya sebagai berikut :
a. Operasi Pasar Terbuka ( Open Market Operation )
Yaitu kebijakan pemerintah mengendalikan jumlah uang yang bredar
dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga
milik pemerintah. Di Indonesia operasi pasar terbuka dilakukan dengan
menjual atau membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar
Uang (SPBU).
b. Fasilitas Diskonto ( Discount Rate )
Salah satu fasilitasnya yaitu adanya tingkat bunga diskonto yang
maksudnya adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah
atas bank-bank umun yang meminjam ke bank sentral. Jika
pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar, maka pemerintah melakukan suatu
cara yaitu menurunkan tingkat bunga penjaman (tingkat diskonto). Dengan tingkat
bunga pinjaman yang lebih murah, maka keinginan bank-bank untuk meminjam
uang dari bank sentral menjadi lebih besar, sehingga jumlah
uang yang beredar bertambah dan sebaliknya.
3.
Rasio Cadangan Wajib ( Reserve Requirement Ratio )
Penetapan ratio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang yang
beredar. Jka rasio cadangan wajib diperbesar, maka
kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dibandingkan
sebelumnya. Selain ketiga instrumen yang bersifat kuantitatif tersebut,
pemerintah dapat melakukan himbauan moral (moral suasion).
Misalnya untuk mengendalikan Jumlah Uang Beredar (JUB) di masyarakat,
Bank Indonesia melalui Gubernur Bank Indonesia memberi saran supaya perbankan mengurangi
pemberian kredit ke masyarakat atau ke sektor-sektor tersebut.
Kebijakan moneter dapat bersifat ekspansif maupun kontraktif.
Kebijakan moneter ekspansif dilakukan pemerintah jika ingin
menambah jumlah uang beredar di masyarakat atau yang lebih dikenal
kebijakan uang longgar (easy money policy). Sebaliknya, jika pemerintah ingin
mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat, kebijakan moneter yang ditempuh
adalah kebijakan moneter kontraktif atau yang lebih dikenal
kebijakan uang ketat (tight money policy). Selain itu dalam melaksanakan
kebijakan moneter, Bank Sentral dapat menggunakan tiga instrumen, yaitu operasi pasar
terbuka (open market operation), kebijakan tingkat suku bunga (discount rate
policy) dan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio).
4.
Kebijakan Perdagangan Luar Negeri
Kebijakan Perdagangan Luar Negeri merupakan salah satu bagian
kebijakan ekonomi makro. Kebijakan Perdagangan Luar Negeri
adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah yang mempengaruhi
struktur atau komposisi dan arah transaksi perdagangan serta pembayaran internasional.
Karena merupakan salah satu bagian dari kebijakan ekonomi makro maka kebijakan perdagangan
internasional bekerja sama dengan baik dengan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Tujuan dari kebijakan perdagangan luar negeri yaitu sebagai
berikut:
1)
Melindungi kepentingan nasional dari pengaruh negatif yang berasal
dari luar negeri seperti dampak inflasi di luar negeri
terhadap inflasi di dalam negeri melalui impor atau efek resesi ekonomi
dunia (krisis global) pertumbuhan ekspor Indonesia.
2)
Melindungi industri nasional dari persaingan barang-barang impor.
3)
Menjaga keseimbangan neraca pembayaran sekaligus menjamin
persediaan valuta asing (valas) yang cukup, terutama untuk kebutuhan
impor dan pembayaran cicilan serta bunga utang luar negeri.
4)
Menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil.
5)
Meningkatkan kesempatan kerja.
Kebijakan perdagangan luar negeri terbagi menjadi dua macam, yaitu
:
1) Kebijakan Pengembangan atau
Promosi Ekspor
Tujuan Kebijakan Pengembangan atau Promosi Ekspor adalah untuk
mendukung dan meningkatkan pertumbuhan ekspor. Tujuan kebijakan ini dapat dicapai
dengan berbagai kebijakan, antara lain kebijakan perpajakan dalam berbagai
bentuk, misalnya pembebasan atau keringanan pajak ekspor dan penyediaan
fasilitas khusus kredit perbankan bagi eksportir.
2) Kebijakan Proteksi atau Kebijakan Impor
Kebijakan Proteksi atau Kebijakan Impor bertujuan untuk melindungi
industry di dalam negeri dari persaingan barang-barang impor.
Kebijakan proteksi dapat diterapkan dengan berbagai instrumen,
baik yang berbentuk tarif maupun non tarif. Proteksi-proteksi yang dilakukan
dengan tidak menggunakan tarif disebut non-tariff barriers. Hambatan yang
termasuk ke dalam hambatan non-tarif, antara lain kuota, subsidi, diskriminasi harga,
larangan impor, premi, dan dumping. Pada intinya,
masalah-masalah dalam bidang ekonomi yang dihadapi pemerintah bukan hanya
tanggung jawab pemerintah saja, tetapi kita sebagai warga negara yang baik
semestinya ikut membantu dalam mengatasinya. Banyak cara yang dapat diupayakan
dimulai dengan melakukan program-program serta
kebijakan-kebijakan. Hal tersebut tidak akan berjalan dengan baik tanpa kerja
sama masyarakatnya. Untuk itu, masyarakat semsetinya sudah dapat memposisikan
dirinya untuk membantu supaya pembangunan yang dilakukan pemerintah
tersebut berjalan dengan baik dengan cara tidak menjadi beban atau
kendala bagi pemerintah.
K.
PERAN PEMERINTAH DALAM REDISTRIBUSI
Salah satu peran penting dari
pemerintah adalah kegiatan dalam mengadakan redistribusi pendapatan atau
mentransfer pendapatan. Hal ini memberikan koreksi terhadap distribusi
pendapatan yang ada di masyarakat.Terdapat dua aspek analisis dari sektor
publik yaitu pendekatan normatif yang memfokuskan pada apa yang harus dilakukan
pemerintah dan pendekatan positif yang memfokuskan pada penggambaran dan
penjelasan secara nyata apa yang dilakukan pemerintah dan konsekuensinya.
Efisiensi Dan Kemerataan
Efisiensi, Distribusi, dan Pilihan
Sosial.Terdapat trade-off antara kemerataan
dan efisiensi.Kurva indifferen untuk individu menggambarkan bagaimana
mereka membuat trade-off antara barang yang berbeda, kurva kepuasan sosial
menggambarkan bagaimana masyarakat membuat trade-off antara tingkat kepuasan
dari individu yang berbeda. Fungsi kesejahteraan sosial menyediakan sebuah
dasar untuk merangking beberapa alokasi dan sumber daya dan kita memilih
alokasi yang menghasilkan tingkat tertinggi dari kesejahteraan masyarakat.
Prinsip Pareto mengatakan kita harus memilih alokasi yang paling sedikit dari
beberapa individu better off dan tidak seorangpun worse off. Ini berarti bahwa
jika beberapa individu kepuasannya meningkat dan tidak seorangpun kepuasannya
menurun kesejahteraan sosial meningkat.
Menganalisis Pilihan Sosial dan
Pilihan Sosial dalam Praktek. Jika proyek tidak Pareto improvement, pendekatan
umum yang digunakan adalah menggunakan efek efisiensi dan pemerataan. Jika proyek
sebuah proyek mempunyai keuntungan bersih yang positif dan mengurangi
ketidakmerataan, maka proyek dijalankan dan sebaliknya. Dan Jika efisiensi
menunjukkan keuntungan tetapi kemerataan banyak yang hilang, maka terdapat
trade-off secara umum akan diterapkan kebijakan sistem pajak untuk redistribusi
pendapatan. Cara yang standar yang dapat dilakukan untuk mengukur keuntungan
(benefit) dari beberapa program atau proyek khususnya individu, adalah dalam
bentuk “willingness to pay” Keuntungan sosial diukur oleh tambahan keuntungan
yang diterima oleh semua individu. Jumlah yang diperoleh menunjukkan kemauan
membayar total dari semua individu di masyarakat. Perbedaan antara kemauan
membayar dan biaya total dari proyek dapat disebut sebagai efek efisiensi dari
proyek.
L. HUKUM
INTERVENSI PASAR DAN HARGA DALAM ISLAM
Konsep Islam memahami bahwa pasar dapat berperan efektif dalam
kehidupan ekonomi bila prinsip persaingan bebas dapat berlaku secara efektif.
Pasar tidak mengharapkan adanya intervensi dari pihak manapun, tak
terkecuali negara dengan dengan otoritas penentuan harga atau private sector dengan kegiatan monopolistic
ataupun lainnya. Karena pada dasarnya pasar tidak membutuhkan kekuasaan
yang besar untuk menentukan apa yang harus dikonsumsi
dan diproduksi. Sebaliknya, biarpun tiap individu dibebaskan untuk memilih sendiri
apa yang dibutuhkan dan bagaimana memenuhinya. Inilah pola normal dari pasar
atau ‘ketentuan alami’ dalam istilah Al Ghazali berkait dengan ilustrasi dari
evolusi pasar. Selanjutnya, Adam Smith menyatakan serahkan saja pada Invisible hand, dan “dunia akan teratur dengan
sendirinya:. Dasar dari keputusan para pelaku ekonomi adalah voluntary, sehingga otoritas dan komando tidak lagi
terlalu dipikirkan. Biaya untuk mempertahankan otoritas pun diminimalkan.
Dari pemahaman itu, harga sebuah komoditas (barang dan jasa)
ditentukan oleh penawaran dan permintaan, perubahan yang terjadi pada harga
berlaku juga ditentukan oleh terjadinya perubahan permintaan dan perubahan
penawaran. Hal ini sesuai dengan hadits “Diriwayatkan dari Anas,
Bahwasannya suatu hari terjadi kenaikan harga yang luar biasa di masa
rasulullah., maka sahabat meminta Nabi untuk menentukan harga pada saat itu,
lalu Nabi bersabda: “bahwa Allah adalah Dzat yang mencabut dan memberikan
sesuatu, Dzat yang member rezeki dan penentu harga…”. (HR. Abu
Dawud).
Dari hadits itu dapat disimpulkan bahwa pada waktu terjadi kenaikan
haga pada masa Rasulullah SAW. Meyakini adanya penyebab tertentu yang
sifatnya darurat. Oleh sebab itu sesuatu yang bersifat darurat akan hilang
seiring hilangnya penyebab dari keadaan itu. Dilain pihak Rasul juga meyakini
bahwa harga akan kembali normal dalam waktu yang tidak terlalu lama. Penetapan
harga menurut Rasul merupakan suatu tindakan yang mendzalimi kepentingan para
pedagang, karena para pedagang dipasar akan merasa terpaksa untuk menjual
barangnya sesuai dengan harga patokan, yang tentunya tidak sesuai dengan
keridhoaannya.
Dengan demikian pemerintah tidak memiliki
wewenang untuk melakukan intervensi terhadap pasar dalam kondisi normal. Ibnu
Taimiyah mengatakan “jika masyarakat melakukan transaksi jual beli dalam
kondisi normal tanpa ada bentuk distorsi atau penganiayaan apapun dan terjadi
perubahan harga karena sedikitnya penawaran atau banyaknya permintaan, makan
ini kehendak Allah.
Harus diyakini nilai konsep Islam tidak memberikan ruang intervensi
dari pihak manapun untuk menentukan harga, kecuali dan hanya kecuali adanya
kondisi darurat yang kemudian menuntut pihak-pihak tertentu untuk ambil bagian
menentukan harga.
Lebih jauh lagi Ibnu Taimiyah membatasi keabsahan pemerintah dalam
menetapkan kebijakan intervensi pada empat situasi dan kondisi berikut:
Pertama :
Kebutuhan masyarakat atau hajat orang banyak akan sebuah komoditas (barang
maupun jasa), para fukaha sepakat bahwa sesuatu yang menjadi hajat orang banyak
tidak dapat diperjualbelikan kecuali dengan harga yang sesuai. Sebagai contoh,
jika seseorang membutuhkan makanan yang menjadi milik orang lain, maka orang
tersebut dapat membeli dengan harga yang sesuai, tidak dibenarkan sipemilik
makanan menentukan harga yang tinggi secara sepihak.
Kedua : Terjadi
kasus monopoli (penimbunan) atau ihtikar para fukaha sepakat untuk
memberlakukan hak hajar (ketetapan yang
membatasi hak guna dan hak pakai atas kepemilikan barang) oleh pemerintah. Hal
ini untuk mengantisipasi adanya tindakan negative yang dapat dilakukan oleh
pihak-pihak yang melakukan kegiatan monopolistic atau penimbunan barang.
Ketiga : Terjadi
keadaan al hasr (pemboikotan), dimana distribusi barang hanya terkonsentrasi
pada satu penjual atau pihak tertentu. Penetapan harga disini untuk menghindari
penjualan barang tersebut dengan harga yang ditetapkan sepihak dan semena-mena
oleh pihak penjual tersebut.
Keempat : Terjadi koalisi dan kolisi antara para penjual; dimana sejumlah
pedagang sepakat untuk melakukan transaksi diantara mereka sendiri, dengan
harga penjualan yang tentunya di bawah harga pasar. Ketetapan intervensi disini
untuk menghindari kemungkinan terjadi fluktuasi harga barang yang ekstrim dan
dramatis.[2]
Ibnu
Khaldun mengakui pengaruh penawaran dan permintaan dalam menentukan
harga-harga. Ini sungguh mengesankan karena peran penawaran dan permintaan
dalam menentukan nilai belum di kenal benar di barat hingga abad ke-19 dan awal
abad ke-20 yang lalu. Namun begitu, barulah pada decade kedua abad ke-19 peran
penawaran dan permintaan dalam menentukan harga-harga di pasar mulai sepenuhnya
diakui.
Ibnu
Khaldun menekankan bahwa suatu peningkatan dalam permintaan atau penurunan
dalam penawaran akan menimbulkan kenaikan pada harga, sebaliknya suatu
penurunan dalam permintaan atau peningkatan dalam penawaran akan menimbulkan
penurunan dalam harga. Ia percaya bahwa “harga-harga yang terlalu rendah” akan
merugikan perajin dan pedagang dan akan mendorong mereka keluar dari pasar,
sebaliknya “harga-harga yang kelewat tinggi” akan merugikan konsumen. Oleh
karena itu, harga-harga “yang moderat” antara dua ekstrem tersebut merupakan
titik harga yang diinginkan, karena hal ini tidak saja memberikan keuntungan
yang secara sosial dapat diterima oleh pedagang, melainkan juga akan
membersihkan pasar dengan mendorong penjualan dan pada gilirannya akan
menimbulkan keuntungan dan kemakmuran yang besar.
Faktor-faktor
yang menentukan penawaran menurut Ibnu Khaldun antara lain: Permintaan, laju keuntungan
relative, dan Jangkauan Usaha
Manusia, Ukuran Angkatan Kerja, Serta keterampilan
mereka, Kedamaian dan Keamanan, Dan Latar Belakang Teknis, Dan pembangunan
keseluruhan Masyarakat. Semua factor ini sangat penting dalam
teori produksinya. Jika harga-harga turun dan menimbulkan suatu kerugian, nilai
modal akan terkena erosi, insentif untuk penawaran merosot, dan menyebabkan
resesi. Konsekuensinya, perdagangan dan kerajinan akan dirugikan.
M. PERAN
PEMERINTAH SEBAGAI PENGAWAS PASAR
Dari memahami sejarah islam sejak masa rasulullah hingga dinasti
Abbasiah II, banyak hal yang perlu kita ambil sebagai pelajaran. Khusunya
terkait dengan perlu tidaknya intervensi pemerintah dalam dunia perdagangan.
Terlihat di sana persaingan pasar yang diikuti regulasi memang penting, namun
ternyata belum memadain. Sebagian besar ulama islam menekankan perlunya peran
nilai-nilai moral bagi semua pelaku bisnis dalam pasar, guna meraih kebersihan
jiwa dan kejujuran di dalam pasar. Tidak seluruh individu sadar dengan
tugasnya. Diantara mereka yang sadarpun tidak semua mau melaksanakannya.
Mekanisme pasar, regulasi dan moral harus ada dalam satu kesatuan,
satu paket pemikiran. Dengan hanya moral dan harga saja, boleh jadi belum mampu
mewujudkan tujuan-tujuan yang diinginkan masyarakat. Maka dari itu peran
efektif Negara sebagai mitra, katalisator dan fasilitator, sangan dibutuhkan
untuk mewujudkan misi islam. Beberapa hadits telah menekankn perlunya
peran-peran tersebut. Salah satunya misal “Barang siapa yang telah
mendapatkan amanah dari masyarakat, tetapi tidak dapat menjalankannya dengan
keikhlasan, maka dia tidak akan pernah mencium harumnya syurga(HR.
Bukhari).
Perhatian pada pentingnya peranan Negara telah mencerminkan oleh
tulisan ulama-ulama sepanjang sejarah. Al-Mawardy misalnya, telah menyatakan
bahwa keberadaan sebuah pemerintahan yang efektif, sangat diperlukan untuk
mencegah kezaliman dan pelanggaran. Sedangkan Ibnu Taimiyah pun menekankan
islam dan Negara mengenai hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Satu pihak
tidak dapat menjalankan programnya dengan baik tanpa dukungan pihak yang lain.
Proses implementasi syariah tidak akan mungkin tanpa adanya Negara yang
memainkan peranan penting, dan Negara mungkin akan terpuruk dalam pemerintahan yang
tidak adil dan tirani tanpa pengaruh syari’ah. Demikian pula Bakir Al-Sadr
sebagai mana di kutip M. Umer Chapra mengatakan bahwa “intervensi pemerintah
dalam ruang lingkup kehidupan berekonomi adalah penting dalam menjamin
keselarasan dengan norma-norma islam.
Sebagian ulama menekankan pentingnya regulasi ekonomi dan pasar
dari sudut pandang syari’ah, demi menjamin tegaknya keadilan dan aturan main
yang tidak memihak. Terlihat disini, tak satupun dari penulis-penulis classic
itu menganjurkan peran pasif Negara. Begitu pula konsep Laissez faire (God Has Retired) pun
tidak ada dalam pemikiran mereka.
Institusi HISBAH tidak hanya memukinkan pasar beroperasi dengan
bebas dan membuat harga, gaji, dan keuntungan ditentukan oleh kekuatan Supply dan Demand, tetapi pada saat yang sama juga
menjamin bahwa semua pranata ekonomi telah melaksanakan seluruh kewajibannya
dan tengah mematuhi peraturan syari’ah. Seluruh tindakan pencegahan perlu
diambil untuk menjamin bahwa tidak ada lagi paksaan, penipuan, tindakan pengambilan
keuntungan dalam kondisi sulit atau mengkihianati perjanjian. Demikian pula
tidak terjadi penumpukan barang atau kerusakan penawaran untuk menaikkan harga.
Dengan demikian Negara tidak perlu ragu-ragu untuk mengintervensi
mana kala ambang pintu keadilan terlewati dan tidak ada lagi justifikasi untuk
menunggu kekuatan pasar memperbaiki pelanggaran tersebut dengan sendirinya.
Namun perlu diasadari intervensi itu sendiri tidak boleh semena-mena. Karena
bila itu terjadi, pada akhirnya tidak akan menimbulkan keadilan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penjelasan
makalah di atas dapat disimpulkan bahwasanya intervensi pemerintah terhadap
pasar dan penetapan harga pasar tidak boleh jikalau pasar masih dalam keadaan
normal. Intervensi hanya dapat dilakukan oleh pemerintah jika terdapat
kekeliruan dalam pasar ataupun pasar dalam keadaan darurat. Contohnya jika
terjadi penimbunan barang atau spekulasi yang dilakukan oleh para pelaku usaha,
kecurangan dalam penetapan harga dengan semena-mena yang dilakukan oleh pelaku
usaha dan lain-lain. Dengan demikian maka pemerintah tidak boleh ragu untuk
melakukan intervensi demi terciptanya pasar yang bersih dan sehat untuk
menunjang ekonomi ummat.
B. SARAN
1. Pemerintah harus terus berupaya membuat
kebijakan yang sesuai dengan peranan pemerintah
2. Kebijakan yang diambil sesuai dengan
kondisi perekonomian
3. Melakukan segala pertimbangan untuk
mengambil keputusan hukum-hukum yang akan berlaku pada perekonomian
DAFTAR PUSTAKA
Samuelson, Nordhaus, Ilmu Makro Ekonomi, Jakarta: PT. Media Global Edukasi,
2004.
Chapra, M. Umer, Masa Depan Ekonomi: Dalam Perspektif Islam, Edisi
Terjemahan, Jakarta: SEBI Institute, 2006.
Nasution, Mustafa Edwin, et.al, Pengenalan Ekslusif Ekonomi
Islam, Jakarta: Kencana 2010.
Economica, Jurnal Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI
Sumatera Barat Vol. 1 No. 2, April 2013 47
Economica, Jurnal Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI
Sumatera Barat Vol. 1 No. 2, April 2013 49
Mustafa Edwin Nasution, et.al, Pengenalan Ekslusif Ekonomi
Islam, Jakarta: Kencana 2010,
Umer Chapra, Masa Depan Ekonomi: Dalam
Perspektif Islam, (Jakarta: SEBI institute, 2001), hal.
261
Mustafa Edwin Nasution, et. Al, Pengenalan Ekslusif Ekonomi
Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 189
Bagus pisan, namun sayang hadits dan pendapat para ulamanya tidak dicantumkan ref kitabnya
BalasHapus