PRODUKSI
A.
Pengertian
Produksi
Produksi Konvensional
Sejak manusia berada di muka bumi, produksi ikut juga menyertainya. Produksi
sangat penting bagi kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia di
bumi. Menurut Adiwarman Karim, sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari
menyatunya manusia dengan alam.[1] Adapun
menurut M. N. Siddiqi bahwa, produksi merupakan penyediaan barang dan jasa
dengan memperhatikan nilai keadilan dan kemaslahatan bagi masyarakat.[2]
Produksi adalah menciptakan manfaat atas suatu benda.Secara
terminologi, kata produksi berarti menciptakan dan menambah kegunaan (nilai
guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan
manfaat baru atau lebih dari semula. Secara umum, produksi adalah penciptaan
guna (utility) yang berarti kemampuan suatu barang atau jasa untuk memuaskan
kebutuhan manusiawi tertentu.
Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan
distribusi.Kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh
para konsumen. Tanpa produksi kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula
sebaliknya. Untuk menghasilkan barag dan jasa, kegiatan produksi melibatkan
banyak faktor produksi. Fungsi produksi menggambarkan hubungan antara jumlah input
dengan output yang dihasilkan dalam suatu waktu tertentu. Dengan kata
lain, produksi, distribusi dan konsumsi merupakan rangkaian kegiatan ekonomi
yang tidak bisa dipisahkan. Ketiganya saling memengaruhi, namun produksi
merupakan titik pangkal dari kegiatan tersebut. Tidak ada
distribusi tanpa produksi, sedangkan kegiatan produksi merupakan respons
terhadap kegiatan konsumsi atau sebaliknya.
Dalam kajian ekonomi, produksi adalah kegiatan manusia untuk
menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Pada
saat kebutuhan manusia masih sedikit dan sederhana, kegiatan produksi dan
konsumsi dapat dilakukan manusia secara sendiri. Artinya,
seseorang memproduksi barang dan jasa lalu mengkonsumsinya untuk pribadi. Namun,
seiring dengan berjalannya waktu dan beragamnya kebutuhan manusia, maka
seseorang tidak dapat membuat sendiri barang dan jasa yang dibutuhkannya. Oleh
karena itu, untuk memperoleh efisiensi dan meningkatkan produktivitas lahirlah
istilah spesialisasi produksi, diversifikasi produksi, dan penggunaan
tekonologi produksi.
Kegiatan produksi yang pada dasarnya halal, harus dilakukan dengan
cara-cara yang tidak mengakibatkan kerugian dan kemudharatan dalam kehidupan
masyarakat. Produksi barang-barang yang halal adalah dibenarkan, tetapi apabila
produksi itu dilakukan dengan mengandung tipuan atau pemerasan, maka hal ini
tidak memenuhi landasan Ekonomi Islam.[3]
Dengan demikian, produksi adalah semua perbuatan atau kegiatan yang
berkaitan dengan mengolah, menciptakan barang atau jasa dari sumber daya yang
ada sesuai dengan kebutuhan manusia sebagai konsumen disertai dengan landasan
Ekonomi Islam.
Produksi Islam
Dalam bahasa Arab, arti produksi adalah al-intaj dari akar
kata nataja, yang berarti mewujudkan atau mengadakan sesuatu, atau
pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan penggabungan
unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas.[4]
Motif
utama konsep produksi yang sangat memaksimalkan keuntungan dan kepuasan yang
menjadi pendorong utama sekaligus tujuan dari keputusan ekonomi dalam pandangan
ekonomi konvensional, bukannya salah ataupun dilarang di dalam Islam. Islam
hanya ingin menempatkan pada posisi yang benar, bahwa semua motif utama dari
kegiatan berproduksi yakni dalam rangka memaksimalkan kepuasan dan keuntungan
di akhirat.
Maka
konsep produksi dalam Islam tidak semata-mata hanya ingin memaksimalkan
keuntungan dunia saja akan tetapi yang lebih penting lagi adalah, untuk
mencapai maksimalisasi keuntungan diakhirat.Konsep produksi dalam Islam adalah
konsep produksi menurut Al- Quran dan Hadist, dan ini sangat erat sekali
hubungannya dengan sistem ekonomi Islam, yaitu kumpulan dasar- dasar ekonomi
yang di simpulkan dari Al- Quran dan Hadist. Tujuan dari konsep produksi dalam
Islam dapat di lihat pada Al- Quran. Sesungguhnya Islam menerima motif-motif
berproduksi yang menjadi tujuan dan pendorong dalam ekonomi konvensional. Hanya
bedanya, lebih jauh Islam juga menjelaskan norma – norma atau nilai- nilai
moral di samping manfaat ekonomi. Bahkan sebelum itu, Islam menjelaskan mengapa
produksi harus dilakukan.Menurut ajaran Islam, manusia adalah Khalifatullah
atau wakil dari Allah di muka bumi yang berkewajiban untuk memakmurkan bumi
dengan jalan beribadah kepada- Nya. Karena Allah adalah satu- satunya pencipta
alam semesta, pemilik, dan pengendali alam raya semesta ini yang dengan takdir-
Nya menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam raya semesta ini dengan
ketetapan- Nya. Norma- norma tentang konsep produksi dalam Islam dapat juga
dilihat dalam Al- Quran surah An Nahl
ayat 65 – 69 dan Surah Hud ayat 37
Berikut
pengertian produksi menurut para ekonomi muslim kontemporer.
1. Karf
(1992) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam sebagai usaha
manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga
moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan
dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Mannan
(1992) menekankan pentingnya motif altruisme bagi produsen yang islami sehingga
ia menyikapi dengan hati-hati konsep pareto
optimality dan Given Demand
Hypothesis yang banyak di jadikan sebagai konsep dasar produksi dalam
ekonomi konvensionalRahman (1995) menekankan pentingnya keadilan dan kemerataan
produksi (distribusi produksi secaraa merata)
3. Al
Haq (1996) menyatakan bahwa tujuan dari produksi adalah memenuhi kebutuhan
barang dan jasa yang merupakan fardlu kifayah, yaitu kebutuhan yang bagi banyak
orang pemenuhannya bersifat wajib.
1.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi
Islam (P3EI), Ekonomi Islam,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009)hal 230.
4. Siddiqi
(1992) mendefinisikan kegiatan produksi sebagai penyediaan barang dan jasa
dengan memperhatikan nilai keadilan dan kebajikan/kemanfaatan (maslahah) bagi
masyarakat.Dalam pandangan nya, sepanjang produsen telah bertindak adil dan
membawa kebajikan bagi masyarakat maka ia telah bertindak islami
Dalam
definisi-definisi tersebut diatas terlihat sekali bahwa kegiatan produksi dalam
perspektif ekonomi islam padaa akhirnya mengerucut pada manusia dan
eksistensinya, meskipun definisi-definisi tersebut berusaha mengelaborasi dari
perspektif yang berbeda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kepentingan
manusia yang sejalan dengan moral islam, harus menjadi fokus atau target dari
kegiataan produksi. Produksi adalah proses mencari, mengalokasikan dan mengolah
sumber daya menjadi output dalam rangka meningkatkan mashlahah bagi manusia.
Produksi juga mencakup aspek tujuan kegiatan menghasilkan output serta
karakter-karakter yang melekat pada proses dan hasilnya.
B. Tujuan Produksi
Tujuan produksi dalam Islam sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari
tujuan diciptakan dan diturunkannya manusia ke muka bumi, yaitu sebagai
khalifah Allah di muka bumi. Dengan memahami tujuan penciptaan manusia
tersebut, kita lebih mudah memahami tujuan produksi dalam Islam. Sebagai
khalifah, manusia mendapat amanat untuk memakmurkan bumi. Ini berarti bahwa
manusia diharapkan untuk turut campur dalam proses-proses untuk mengubah dunia
yang apa adanya menjadi apa yang seharusnya. Alam telah dirancang oleh Allah
sedemikian rupa untuk tunduk pada kepentingan manusia, dirancang da dimaksudkan
untuk memenuhi kesejahteraan manusia.
Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok umat
manusia dan berusaha agar setiap orang dapat hidup dengan layak, sesuai dengan
martabatnya sebagai khalifah Allah. Dengan kata lain, tujuan produksi adalah
tercapainya kesejahteraan ekonomi.
Dalam ekonomi konvensional, tujuan produksi meliputi:
1.
Menjaga
kesinambungan usaha perusahaan dengan jalan meningkatkan proses produksi secara
terus menerus.
2.
Meningkatkan
jumlah dan mutu produksi.
3.
Memperoleh
kepuasan dari kegiatan produksi, dan
4.
Memenuhi
kebutuhan dan kepentingan produsen serta konsumen.[5]
Dalam ekonomi Islam, tujuan produksi meliputi:
1.
Pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan individu secara wajar.
2.
Pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan keluarga.
3.
Bekal
untuk generasi mendatang.
4.
Bantuan
kepada masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.[6]
Terlihat
bahwa diantara tujuan produksi dalam ekonomi konvensional adalah untuk
memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya., berbeda dengan tujuan produksi
dalam Islam, yang bertujuan untuk memberikan maslahah yang maksimum bagi
konsumen. Walaupun tujuan utama ekonomi Islam adalah memaksimalkan maslahah,
memperoleh keuntungan tidaklah dilarang selama masih berada dalam bingkai
tujuan dan hukum Islam.
Dapat
dikatakan bahwa tujuan produksi dalam Islam adalah untuk menciptakan masslahah
yang optimum bagi individu ataupun manusia secara keseluruhan. Dengan maslahah
optimum ini, maka akan dicapai falah (kebahagiaan) yang merupakan tujuan akhir
dari kegiatan ekonomi sekaligus tujuan hidup manusia. Falah adalah
kemuliaan hidup di dunia dan di akhirat yang akan memberikan kebahagiaan yang
hakiki bagi manusia. Kemuliaan dan harkat martabat manusia harus mendapat
perhatian utama dalam keseluruhan aktivitas produksi.
Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah
meningkatkan kemashlahatan yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk
diantaranya:
a)
Pemenuhan kebutuhan manusai pada tingkat moderat
Tujuan produksi yang
pertama sangat jelas, yaitu pemenuhan sarana kebutuhan manusia pada takaran
moderat. Hal ini akan menimbulkan setidaknya dua implikasi. Pertama, produsen
hanya menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan meskipun belum tentu
merupakan keinginan konsumen. Barang dan jasa yang dihasilkan harus memiliki
manfaat riil bagi kehidupan yang islami. Kedua, kuantitas produksi tidak akan
berlebihan, tetapi hanya sebatas kebutuhan yang wajar. Produksi barang dan jasa
secara berlebihan tidak saja menimbulkan mis-alokasi sumber daya ekonomi dan
kemubaziran, tetapi juga menyebabkan terkurasnya sumber daya ekonomi ini secara
cepat.
b)
Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya.
Meskipun poduksi hanya menyediakan sarana kebutuhan manusia tidak berarti
bahwa produsen sekadar bersikap reaktif terhadap kebutuhan konsumen. Produsen
harus proaktif, kreatif dan inovatif menemukan berbagai barang dan jasa yang
memang dibutuhkan oleh manusia. Sikap proaktif ini juga harus berorientasi
kedepan, dalam arti: pertama, menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi
kehidupan masaa mendatang; kedua, menyadari bahwa sumber daya ekonomi, baik
natural resources atau non natural resources, tidak hanya diperuntukkan bagi
manusia yang hidup sekarang, tetapi juga untuk generasi mendatang.
c)
Menyiapkan persediaan barang/jasa dimasa depan.
Orientasi kedepan ini akan mendorong produsen untuk terus menerus melakukan
riset dan pengembangan guna menemukan berbagai jenis kebutuhan, teknologi yang
diterapkan, serta berbagai standar lain yang sesuai dengan tuntutan masa depan.
Efisiensi dengan sendirinya juga akan senantiasa dikembangkan, sebab dengan
cara inilah kelangsungan dan kesinambungan pembangunan akan terjaga. Ajaran
islam juga memberikan peringatan yang keras terhadap prilaku manusia yang gemar
membuat kerusakan dan kebinasaan, termasuk kerusakan lingkungan hidup, demi
mengejar kepuasaan.
d)
Pemenuhan sarana bagi kegaitan social dan ibadah
kepada Allah.
Tujuan yang terakhir
yaitu pemenuhan sarana bagi kegiatan social dan ibadah kepada Allah. Sebenarnya
ini merupakan tujuan produksi yang paling orisinal dari ajaran islam. Dengan
kata lain, tujuan produksi adalah mendapatkan berkah, yang secara fisik belum
tentu dirasakan oleh pengusaha itu sendiri.
C.
Prinsip Produksi
Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat
Islam, di mana seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari
konsumsi itu sendiri. Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari falah,
demikian pula produksi harus dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna falah
tersebut. Sejalan dengan tujuan produksi dalam Islam, ada beberapa prinsip
produksi menurut ajaran Islam, diantaranya:
1.
Memproduksi
barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
Produksi dalam Islam baik dilaksanakan secara individu maupun
kolektif, perseorangan maupun oleh badan usaha, pengadaan barang maupun jasa
harus berpegang pada semua yang dihalalkan oleh Allah dan tidak melewati batas.
2.
Mencegah
kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian dan
ketersediaan sumber daya alam.
Menjaga sumber daya alam juga sangat penting karena alam adalah
karunia Allah yang wajib disyukuri dengan menjaga sumber daya alam dari polusi,
kehancuran dan kerusakan serta pemanfaatan yang berlebihan. Pemnafaatan sumber
daya alam harus diimbangi dengan pemeliharaan kelestarian dan kontinuitas
kelangsungan lingkungan hidup.
3.
Produksi
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai
kemakmuran.
Produsen dalam menjalankan aktifitas ekonomi dengan berproduksi
dituntut untuk tidak hanya mengejar keuntungan pribadi saja, akan tetapi juga
harus bisa memenuhi kebutuhan hidup orang banyak dan kesemuanya itu bermuara
sebagai jalan untuk beribadah kepada Allah.
4.
Teknik
produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia.
Nabi pernah bersabda: “Kalian lebih mengetahui urusan dunia
kalian.”
5.
Meningkatkan
kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik.
Kualitas
spiritual terkait dengan kesadaran rohaniayahnya, kualitas mental terkait
dengan etos kerja, intelektual, kreatifitasnya, serta fisik mencakup kekuatan
fisik, kesehatan, efisiensi, dan sebagainya. Menurut Islam, kualitas rohaniah
individu mewarnai kekuatan-kekuatan lainnya, sehingga membina kekuatan rohaniah
menjadi unsur penting dalam produksi Islami.
6.
Keadilan
dalam berproduksi.
Sistem
ekonomi Islam telah memberikan keadilan dan persamaan prinsip produksi sesuai
kemampuan masing-masing tanpa menindas orang atau menghancurkan masyarakat.
Allah melarang kita untuk mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak adil dan
memperingatkan akan akibat buruk yang ditimbulkan oleh perbuatan-perbuatan yang
tidak adil. Jika seseorang mencari dan mendapatkan kekayaan dengan cara yang
tidak benar, ia tidak hanya merusak usaha dirinya tetapi akan menciptakan
kondisi yang tidak harmonis di pasar yang pada akhirnya akan menghancurkan
keseluruhan sistem sosial.[7]
Prinsip-prinsip
produksi ini, merupakan pedoman yang harus diperhatikan, ditaati, dan dilakukan
ketika akan berproduksi agar dapat menghasilkan suatu produk yang baik dan
halal untuk dikonsumsi masyarakat.
D.
Pola Produksi
Berdasarkan pertimbangan kemaslahatan itulah, menurut Muhammad
Abdul Mannan, pertimbangan perilaku produksi tidak semata-mata didasarkan pada permintaan
pasar. Dari sudut padat fungsional, produksi atau proses pabrikasi merupakan
suatu aktivitas fungsional yang dilakukan oleh setiap perusahaan untuk
menciptakan suatu barang atau jasa sehingga dapat mencapai nilai tambah. Dari
fungsinya demikian, produksi meliputi aktivitas produksi sebagai berikut:
1.
Apa
yang diproduksi
Terdapat dua pertimbangan yang mendasari pilihan jenis dan macam
suatu produk yang akan diproduksi, yaitu; ada kebutuhan yang harus dipenuhi
masyarakat (primer, sekunder, tersier) dan ada manfaat positif bagi perusaahan
dan masyarakat (harus memenuhi kategori etis dan ekonomi)
2.
Berapa
jumlah barang yang diproduksi.
Jumlah barang yang diproduksi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
intern dan ekstern. Faktor intern meliputi sarana dan prasarana yang dimiliki
perusahaan, faktor modal, faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya
lainnya. Adapun
faktor ekstern meliputi adanya jumlah kebutuhan masyarakat, kebutuhan ekonomi,
market share yang dimasuki dan dikuasai, pembatasan hukum dan regulasi.
3.
Kapan
produksi dilaksankan.
Penetapan waktu produksi, apakah akan mengatasi eksternal atau
meenunggu tingkat kesiapan perusahaan.
4.
Mengapa
suatu produk diproduksi.
a)
Alasan
ekonomi.
b)
Alasan
kemanusiaan.
c)
Alasan
politik.
5.
Dimana
produksi itu dilakukan.
a)
Kemudahan
memperoleh supplier bahan dan alat-alat produksi.
b)
Murahnya
sumber-sumber ekonomi.
c)
Akses
pasar yang efektif dan efisien.
d)
Biaya-biaya
lainnya yang efisien.
6.
Bagaimana
proses produksi.
Input – Proses – Output – Outcome
7.
Siapa
yang memproduksi.
Suatu produk yang beredar dibuat apakah oleh Negara, kelompok
masyarakat atau individu.
Dengan
demikian masalah-masalah diatas yang merupakan pertanyaan umum dalam teori
produksi tentu saja merujuk pada motifasi-motifasi Islam dalam berproduksi.
E.
Faktor – faktor Produksi
Perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional terletak pada
filosofi ekonomi, bukan pada ilmu ekonominya, filosofi ekonomi memberikan
pemikiran dengan nilai-nilai Islam dan batasan-batasan syariah, sedangkan ilmu
ekonomi berisi alat-alat analisis ekonomi yang dapat digunakan.
Secara garis besar, faktor-faktor produksi dapat diklasifikasikan
menjadi dua jenis, yaitu faktor manusia dan faktor non-manusia. Yang termasuk
faktor manusia adalah tenaga kerja atau buruh dan wirausahawan, sementara faktor
non-manusia adalah sumber daya alam, modal (capital), mesin, alat-alat, gedung,
dan input-input fisik lainnya.
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
1.
Faktor
sumber daya alam (bahan baku dan bahan penolong).
Allah menciptakan alam di dalamnya mengandung banyka sekali
kekayaan yang bisa dimanfaatkan oleh manusia. Manusia sebagai makhluk Allah
hanya bisa mengubah kekayaan tersebut menjadi barang kapital atau pemenuh
kebutuhan yang lain. Menurut ekonomi Islam, jika alam dikembangkan dengan
kemampuan teknoligi yang baik, maka alam dan kekayaan yang terkandung di
dalamnya tidak akan terbatas, berbeda dengan pandangan ilmu ekonomi
konvensional yang menyatakan bahwa kekayaan alam ini terbatas dan kebutuhan
manusia yang tidak terbatas. Sedangkan Islam sebaliknya, memandang kebutuhan
manusia bersifat terbatas dan hawa nafsu mereka yang tidak terbatas.
Secara
spesifik faktor sumber daya alam dapat dibagi menjadi beberapa bagian,
diantaranya adalah :
·
Tanah
Tanah antara lain
digunakan untuk lahan pertanian, perkebunan, medirikan pabrik atau perkantoran,
jalan raya, dan keperluan lainnya. Tanah ada juga yang digunakan sebagai bahan
baku pembuatan benda tertentu. Misalnya, tanah dapat digunakan sebagai bahan
baku pabrik batu bata dan genteng.
·
Air
Air merupakan salah
satu faktor produksi yang sangat penting bagi umat manusia. Selain untuk minum,
mandi, atau memasak, air juga digunakan sebagai alat pembangkit tenaga listrik,
sebagai sarana angkutan air, dan usaha perikanan.
·
Sinar matahari
Sinar matahari
dibutuhkan untuk keberlangsungan tumbuh-tumbuhan dan kehidupan manusia. Selain
itu, sinar matahari juga digunakan sebagai sumber tenaga listrik.
·
Udara
Udara digunakan
untuk kincir angin, penyegar ruangan, sarana perhubungan udara, dan menunjang
kesuburan tanah.
·
Barang tambang
Barang tambang
seperti minyak, batubara, emas, intan, mineral, dan barang tambang lainnya
sangat berguna bagi kehidupan manusia.
2.
Faktor
sumber daya manusia.
Allah menciptakan manusia dengan maksud agar memakmurkan bumi,
dalam arti memanfaatkan sumber daya alam di bumi dan menjadi tenaga-tenaga yang
bertugas mengelola dan memproduksi hasil-hasil bumi sehingga tercapai
kesejahteraan hidup.
Sumber daya manusia ini merupakkan salah satu faktor produksi yang
sangat penting, karena manusialah yang memiliki inisiatif, ide, mengorganisasi,
memproses, dan memimpin semua faktor produksi non-manusia.[8]
Sumber daya manusia di sini, disebut juga sebagai tenaga kerja
(labor). Secara umum, tenaga kerja dibagi menjadi dua kategori: Pertama, tenga
kerja kasar/buruh, misalnya pekerja bangunan, pandai besi, dan sebagainya.
Allah memuliakan hamba-hambaNya walaupun mereka bekerja sebagai pekerja
kasar.Kedua, tenaga terdidik. Dalam Al-Qur’an diceritakan tentang tenaga ahli
dalam cerita Nabi Yusuf yang diakui pengetahuannya oleh Raja Mesir (Kiffir
al-‘Aziz) sehingga dipercayai untuk mengurus dan menjaga gudang logistik.
Karena sumber daya manusia haruslah berkualitas dan berkompeten,
ada beberapa syarat agar sumber daya manusia berkualitas dan kompeten, yaitu
(a) berpengalaman, (b) bisa melakukan pengambilang keputusan, (c) bisa belajar
dengan cepat, (d) bisa menyesuaikan diri, (e) bisa bekerja sama dalam tim, (f)
bisa berpikir dewasa, (g) mempunyai keterampilan teknis yang diperlukan sesuai
dengan bidangnya, (h) bisa melakukan negosiasi, (i) bisa berpikir strategis,
(j) bisa mendelegasikan tugas, (k) mempunyai sensitivitas kebudayaan (bisa
bekerja sama dengan orang lain yang berbeda budaya)[9]
3.
Faktor
modal atau capital
Modal sebagai salah satu faktor produksi dapat diartikan sebagai
semua bentuk kekayaan yang dapat dipakai langsun atau tidak langsung dalam
proses produksi untuk menambah output. Modal merupakan berbagai bentuk kekayaan
yang memberikan penghasian kepada pemiliknya atau suatu kekayaan yang dapat menghasilkan
kekayaan lain.
Dalam
ekonomi Islam, modal dapat dikembangkan melalui beberapa bentuk transaksi:
Pertama, transaksi jual beli dengan mengembangkan modal usaha di mana seseorang
berada pada posisi sebagai penjual dan yang lain sebagai pembeli, seperti dalam
akad jual beli, salam, dan sebagainya. Kedua, transaksi bagi hasil yaitu
pengembangan modal usaha di mana seseorang bertindak sebagai pemberi modal dan
yang lain sebagai pengelola modal dengan ketentuan akan membagi hasil sesuai
perjanjian yang telah disepakati, seperti yang terlihat pada akad syirkah dan
mudharabah. Ketiga, transaksi jasa, yaitu pengembangan modal di mana seseorang
bertindak sebagai konsumen atau pemakai jasa dan wajib memberikan harga kepada
pihak yang memberikan jasa menurut kesepakatan yang telah dibuat, seperti akad
rahn, dan wadiah.
4.
Faktor
organisasi atau manajemen
Dalam sebuah produksi hendaknya terdapat sebuah organisasi untuk
mengatur kegiatan dalam perusahaan.Dengan adanya organisasi setiap kegiatan
produksi memiliki penanggungjawab untuk mencapai suatu tujuan
perusahaan.Diharapkan smeua individu dalam sebuah organisasi melakukan tugasnya
masing-masing dengan baik dan professional. Tanpa organisasi dan manajemen yang
baik, suatu perusahaan tidak akan bisa melakukan aktivitas produksi dengan baik
pula. Dalam Islam, pentingnya perencanaan dan organisasi dapat dilihat pada
hakikat bahwa Allah sendiri adalah pelindung dan perencana yang terbaik.
5.
Faktor
Teknologi
Teknologi
adalah ilmu tentang cara menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi
kesejahteraan dan kenyamanan manusia. Penempatan teknologi sebagai faktor
produksi dapat menciptakan kemaslahatan (maslahah mursalah) sesuai dengan
Maqasaid Syari’ah karena terciptanya efisiensi dalam kegiatan produksi.
6.
Faktor
Keahlian
Faktor produksi
terakhir yang tidak kalah penting adalah keahlian (skill) atau faktor produksi
kewirausahaan (entrepreneurship). Sebanyak dan sebagus apapun faktor produksi
alam, tenaga kerja dan modal yang dipergunakan dalam proses produksi, jika
dikelola dengan tidak baik, hasilnya tidak akan maksimal. Jadi, faktor produksi
keahlian adalah keahlian atau keterampilan yang digunakan seseorang dalam
mengkoordinir faktor-faktor produk untuk menghasilkan barang dan jasa. Dari
uraian sebelumnya kita dapat melihat
bahwa benda produksi merupakan hasil kombinasi dari faktor-faktor produksi.
Dari penggabungan berbagai faktor produksi yang biasa disebut juga sebagai
masukan (input), dihasilkan hasil produksi yang disebut keluaran (output). Kita
ambil contoh sekarung tepung. Tepung merupakan bahan baku yang manfaatnya baru terasa bila telah diubah
menjadi roti, usaha pembuatan tepung menjadi roti merupakan kegiatan produksi.
Tapi, tidaklah mudah mengubah bahan baku mejadi barang siap konsumsi untuk
dapat melakukan kegiatan produksi seorang produsen membutuhkan faktor-faktor
produksi.
F.
Norma dan Etika Produksi
Norma
dan etika dalam berproduksi, sejak dari dari kegiatan mengorganisasi faktor
produksi, proses produksi hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumnen, semuanya
harus mengikuti moralitas Islam. Metwally (1992) mengatakan bahwa perbedaan
dari perusahaan-perusahaan non islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga
pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasar.Produksi barang dan jasa
yang dapat merusak moralitas dan menjauhkan manusia dari nilai-nilai religious
tidak diperbolehkan. Adapun nilai yang penting dalam memproduksi adalah sebagai
berikut:
1.
Ihsan
dan Itqan (Sungguh-sungguh) dalam berusaha.
M.Abdul Mun’in al-Jamal, dalam hal ini mengemukakan hal yang sama
bahwa usaha dan peningkatan produktivitas dalam pandangan Islam adalah sebagai
ibadah, bahkan aktivitas perekonomian ini dipandang semulia-mulianya nilai.
Karena hanya dengan bekerja setiap individu dapat memenuhi hajat hidupnya,
keluarganya, karib kerabatnya, juga memberikan pertolongan serta ikut
berpartisipasi dalam mewujudkan kemaslahatan umum.
2.
Iman,
Taqwa, Maslahah, dan Istiqamah.
Iman, taqwa, dan istiqamah merupakan pendorong yang sangat kuat
untuk memperbesar produksi melalui kerja keras dengan baik, ikhlas, dan jujur
dalam melakukan kegiatan produksi yang dibutuhkan untuk kepentingan umat,
agama, dan dunia.[10]
Semua nilai yang sudah dipaparkan ini pada dasarnya mengacu pada
nilai-nilai yang pokok dalam ekonomi Islam, yaitu amanah dan ikhlas dalam
setiap aktivitas ekonomi.
3.
Bekerja
pada bidang yang dihalalkan Allah.
Selanjutnya, akhlak utama yang harus diperhatikan seorang Muslim
dalam bidang produksi secara pribadi maupun kolektif adalah bekerja pada bidang
yang dihalalkan Allah. Oleh karena itu, setiap usaha yang mengandung unsur
kedzaliman dan mengambil hak orang lain dengan jalan yang bathil, sangat tidak
dibenarkan menurut syariat dan diharamkan oleh Islam.
G. Etika
Produsen dalam Produksi
Produksi adalah sebuah proses yang telah terlahir di muka bumi ini semenjak
manusia menghuni planet ini. Produksi sangat berprinsip bagi kelangsungan hidup
dan juga peradaban manusia serta bumi. Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh
dari menyatunya manusia dengan alam.
Menurut Yusuf Qardhawi (1995), secara eksternal perilaku produksi
dimaksudkaniuntuk memenuhi kebutuhan setiap individu sehingga dapat membangun
kemandirian umat. Sedangkan motif perilakunya adalah keutamaan mencari nafkah,
menjaga semua sumber daya (flora – fauna dan alam sekitar), dilakukan secara
profesional (amanah & itqan) dan berusaha pada sesuatu yang halal. Karena
itu dalam sebuah perusahaan misalnya, menurut M.M. Metwally asumsi – asumsi
produksi, harus dilakukan untuk barang halal dengan proses produksi dan pasca
produksi yang tidak menimbulkan kemudharatan. Semua orang diberi kebebasan untuk
melakukan kegiatan produksi.
Ajaran islam memiliki komitmen yang
tinggi terhadap kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, bahkan
memberi perhatian yang lebih terhadap kelompok miskin. Pada dasarnya, prinsip –
prinsip yang berlaku pada konsumsi, juga berlakuk pada produksi. Jika konsumsi
bertujuan memperoleh maslahah, maka produksi juga dimaksudkan utnuk mendapat
maslahah. Dengan demikian produsen dan konsumen memiliki tujuan yang sama,
yaitu mencapai maslahah. Tujuan produsen bukan mencari keuntungan maksimum
belaka, sebagaimana dalam kapitalisme, namun lebih luas dari pada itu. Karena
pada dasarnya produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa yang
kemudian dimanfaatkan oleh konsumen, maka tujuan produksi adlah sejalan dengan
tujuan dari konsumsi itu sendiri. Sebagaimana telah diketahui, konsumsi seorang
muslim dilakukan secara falah, demikian pula produksi dilakukan untuk
menyediakan barang dan jasa guna mencapai falah tersebut.
Selain untuk pemenuhan kebutuhan manusia sendiri, produksi harus
berorientasi kepada kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah. Tujuan ini akan
membawa implikasi yang luas, sebab produksi tidak akan selalu menghasilkan
keuntungan material. Implikasi yang mendasar bagi kegiatan produksi dan
perekonomian secara keseluruhan. Beberapa implikasi mendasar itu antara lain:
1. Seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal
yang Islami sebagaimana juga dalam kegiatan konsumsi. Ajaran Islam melarang
konsumsi barang dan jasa yang haram dan merusak seperti alkohol / khamr, daging
babi, perjudian, riba, spekulasi. Sebagaimana yang telah disampaikan bahwa
terdapat 5 jenis kebutuhan yang dipandang bermanfaat secara falah yaitu :
a. Kehidupan
b. Harta meterial
c. Kebenaran
d. Ilmu pengetahuan
e. Kelangsungan keturunan
Islam juga mengajarkan adanya skala prioritas (darruriyah, hajiyyah,
tahsiniyah) dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi seta melarang sikap berlebihan.
Jadi produksi alkohol / khamir tidak akan pernah dilakukan oleh produsen.
2. Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial – kemasyarakatan.
Kegiatan produksi harus menjaga nilai – nilai keseimbangan dan harmoini dengan
lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat, sehingga terdapat
keselarasan dengan pembangunan masyarakat dalam skala yang lebih luas. Selain
itu, masyarakat juga berhak menikmati hasil produksi secara memadai dan
berkualitas.
3. Permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan saja, tetapi lebih
kompleks. Masalah ekonomi muncul bukan karena kelangkaan sumber daya ekonomi
untuk pemenuhan kebutuhan manusia saja, tetapi disebabkan oleh kemalasan dan
pengabaian optimalisasi segala anugerah Allah, baik dalam bentuk sumber daya
manusia maupun sumber daya alam.
H. Nilai
– Nilai Islam dalam Produksi
Upaya
produsen untuk memperoleh mashlahah yang maksimum dapat terwujud apabila
produsen mengaplikasikan nilai-nilai islam. Dengan kata lain, seluruh kegiatan
produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang islami. Metwally
mengatakan, “perbedaan dari perusahan-perusahan non muslim tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada
kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya.
Nilai-nilai islam yng relevan dengan
produksi dikembangkan dari tiga nilai utama dalam ekonomi islam, yaitu: khilafah,
adil, dan takaful.secara lebih rinci nilai-nilai islam dalam produksi meliputi:
1.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi
Islam (P3EI), Ekonomi Islam,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009) hal 252.
1. Berwawasan jangka panjang, yaitu
berorientasi kepada tujuan akhirat;
2. Menepati janji dan kontrak, baik dalam
lingkup internal atau eksternal;
3. Memenuhi takran, ketepatan, kelugasan dan
kebenaran;
4. Berpegang teguh pada kedisiplinan dan
dinamis;
5. Memuliakan prestasi/produktifitas;
6. Mendorong ukhuwah antarsesama pelaku
ekonomi;
7. Menghormati hak milik individu;
8. Mengikuti syarat sah dan rukun
akad/transaksi;
9. Adil dalam bertransaksi;
10. Memiliki wawasan sosial;
11. Pembayaran upah tepat waktu dan layak;
12. Menghindari jenis dan proses produksi yang
diharamkan dalam islam;
Penerapan nilai-nilai diatas dalam
produksi tidak saja akan mendatangkan keuntungan bagi produsen, tetapi
sekaligus mendatangkan berkah. Kombinasi keuntungan dan berkah yang diproleh
oleh produsen merupakan satu mashlahah yang akan member kontribusi bagi
tercapinya falah. Dengan cara ini, maka produsen akan memperoleh kebahagiaan
hakiki, yaitu kemuliaan tidak saja di dunia tetapi juga diakhirat.
I.
Pentingnya Produksi Menurut
Islam
Pentingnya
peranan produksi dalam memakmurkan kehidupan
suatu bangsa dan taraf hidup manusia, disebutkan dalam beberapa ayat dan
hadits, seperti :
Surat al Qashash ayat 73 :“Supaya kamu mencari sebagian dari karuniaNya.”.
Surat ar Rum ayat 23 :“Dan usahamu mencari bagian dari
karuniaNya.”
Apabila dikaji
secara terperinci dalam AlQur’an, maka kita akan mendapatkan bahwa
penekanan atas usaha manusia untuk
memperoleh sumber penghidupan merupakan salah satu prinsip ekonomi
yang mendasar di dalam Islam.
Dalam berbagai ayat
AlQur’an telah merujuk secara singkat berbagai cara yang dibolehkan bagi
manusia untuk memanfaatkan sumber alam yang tak
ternatas dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia yang
tak terbatas. Al Qur’an bukan hanya membenarkan
dan mengakui kenyataan bahwa umat Islam harus terus berjuang secara
sungguh-sungguh dan terus mengingatkan keadaan
sosial dan ekonomi, tetapi telah juga
mendorong untuk meningkatkan cara dan teknik produksi agar orang/bangsa
itu tidak ketinggalan dengan orang/bangsa lain.
Tujuan utama Allah menciptakan bumi ialah untuk diberikan kepada
manusia agar dapat mempergunakan sumber-sumber yang ada di bumi untuk
memperoleh rizki. Tersedianya rizki berkaitan erat
dengan usaha manusia. Usaha yang keras akan
menghasilkan sesuatu yang optimal, ganjaran
dan kemurahan dan keberhasilan yang tidak ada batasnya.
Bagi Islam,
memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk dikonsumsi
sendiri atau dijual ke pasar. Dua motivasi itu belum cukup karena masih
terbatas pada fungsi ekonomi. Islammenekankan bahwa
setiap kegiatan produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial (Q.S. Al
Hadid (57): 7).
Agar mampu mengemban fungsi sosial seoptimal mungkin,
kegiatan produksi harus melampaui surplus untuk
mencukupi kebutuhan konsumtif dan meraih keuntungan
finansial, sehingga bisa berkontribusi kehidupan sosial
Melalui konsep ini, kegiatan produksi harus
bergerak di atas dua garis optimalisasi.
Optimalisasi pertama adalah mengupayakan berfungsinya
sumber daya insani ke arah. pencapaian kondisi
full employment (tanpa pengangguran), dimana
setiap orang menghasilkan karya kecuali mereka yang udzur syar’i (sakit
atau lumpuh). Optimalisasi kedua memproduksi berdasarkan skala prioritas yaitu
kebutuhan primer (dharuriyyat), lalu kebutuhan sekunder (hajiyyat)
dan kebutuhan tersier (tahsiniyyat) secara
proporsional.
J.
Kaidah – kaidah dalam Produksi
1. Barang/ jasa harus
halal.
Memproduksi barang
dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
2. Tidak merusak.
Mencegah kerusakan
dimuka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian, dan ketersediaan
sumber daya alam
3. Meningkatkan
kualitas SDM.
Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik. Kualitas spiritual terkait
dengan kesadaran rohaniahnya, kualitas mental terkait dengan etos kerja,
intelektual, kreatifitasnya, serta fisik mencakup kekuatan fisik,kesehatan,
efisiensi, dan sebagainya. Menurut Islam, kualitas rohiah individu mewarnai
kekuatan-kekuatan lainnya, sehingga
membina kekuatan rohaniah menjadi unsur penting dalam produksi Islami
4. Skill umat.
Produksi dalam islam tidak dapat
dipisahkan dari tujuan kemanirian umat. Untuk itu hendaknya umat memiliki
berbagai kemampuan, keahlian dan prasarana yang memungkinkan terpenuhinya
kebutuhan spiritual dan material. Juga terpenuhinya kebutuhan pengembangan
peradaban, di mana dalam kaitan tersebut para ahli fiqh memandang bahwa pengembangan
di bidang ilmu, industri, perdagangan, keuangan merupakan fardhu kifayah, yang
dengannya manusia biasa melaksanakan urusan agama dan dunianya.
5. Pemenuhan kebutuhan
untuk kemakmuran.
Produksi dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan individu dan masyarakat serta
mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi harus berdasarkan
prioritas yang ditetapkan agama, yakni terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya
akidah/agama, terpeliharanya nyawa, akal dan keturunan/kehormatan, serta
untuk kemakmuran material.
K. Fungsi Produksi
dalam Islam
Pada umumnya fungsi produksi adalah menciptakan barang dan atau jasa sesuai
dengan kebutuhan masyarakat pada waktu harga dan jumlah yang tepat. Karena itu
agar fungsi produksi dapat berperan dengan baik, perencanaan produksi merupakan
hal yang penting untuk dilaksanakan. Perencaanan produksi meliputi
keputusan-keputusan yang menyangkut dan berkaitan dengan masalah-masalah pokok
yang meliputi
1. Jenis barang
yang akan dibuat
2. Jumlah
barang yang akan dibuat
3. Cara
pembuatan
Menurut bambang Tricahyono dalam
“Manajemen Produksi” menjelaskan empat fungsi produksi operasi, yaitu.
1.
Proses pengolahan
2.
Jasa-jasa penunjang
3.
Perencanaan
4.
Pengendalian atau pengawasaan
L.
Konsep Biaya
Produksi
1.
Pengertian Biaya Produksi
Biaya produksi dapat didefinisikan sebagai harga pokok yang
digunakan untuk memperoleh penghasilan dan digunakan sebagai pengurangan
penghasilan (Supriono, 1997: 16). Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa
biaya produksi adalah pengorbanan sumber ekonomi dalam rangka melakukan
usaha-usaha pokok perusahaan, yaitu untuk mendapatkan laba.
2.
Cara Penggolongan Biaya
Biaya
dapat digolongkan dengan berbagai cara atas dasar tujuan yang hendak dicapai
masyarakat :
a.
Penggolongan
biaya menurut objek pengeluaran
Penggolongan
ini didasarkan atas nama objek pengeluarannya. Misalnya, jika nama objek
pengeluaran adalah bahan bakar, disebut dengan biaya bahan bakar.
b.
Penggolongan
biaya menurut fungsi pokok perusahaan
Di
perusahaan manufaktur terdapat tiga fungsi pokok, yaitu fungsi produksi fungsi
pemasaran, fungsi administrasi dan umum. Oleh karena itu, biaya dapat
dikelompokan oleh sebagai berikut :
a.
Biaya
produksi yaitu biaya yang terjadi untuk mengelola bahan baku, menjadi bahan
saji yang siap dijual. Contoh biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya
gaji karyawan, dan lain-lain. Menurut objek pengeluaran, secara garis besar
biay produksi dibagi menjadi riga, yaitu:
1)
Biaya
bahan baku
2)
Biaya
tenaga kerja langsung
3)
Biaya
overhead pabrik.
b.
Biaya
pemasaran, yaitu biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran
produk. Contoh biaya iklan, biaya pengangkutan, dan biaya gaji bagian
pemasaran.
c.
Biaya
administrasi dan umum, yaitu biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan
produksi dan pemasaran produk. Contoh, biaya gaji karyawan bagian akuntansai,
bagian keuangan, bagian personalia, dan bagian hubungan masyarakat.
c.
Penggolongan
biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai.
Sesuatu
yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Dalam hubungannya dengan
sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan :
1.
Biaya
langsung (direct cost), yaitu biaya yang terjadi karena adanya sesuatu
yang dibiayai. Jika sesuatu yang dibiayai tidak ada, biaya langsung tidak akan
terjadi. Biaya langsung dibagi menjadi dua, yaitu:
a.
Biaya
produksi langsung, terdiri atas biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung.
b.
Biaya
langsung departemen, yaitu semua biaya yang terjadi di departemen tertentu.
Contoh, biaya tenaga kerja yang bekerja di departemen pemeliharaan.
2.
Biaya
tidak langsung (indirect cost), yaitu biaya yang terjadi tidak hanya
disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya ini dibagi menjadi dua, yaitu :
a.
Biaya
produksi tidak langsung, yaitu biaya overhead pabrik
b.
Biaya
tidak langsung departemen, yaitu biaya yang terjadi di departemen, tetapi
manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu departemen. Contoh, biaya listrik.
d.
Penggolongan
biaya menurut perilaku dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan.
Dalam
hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat digolongkan meliputi
:
1.
Biaya
variabel, yaitu biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan
volume kegiatan. Contoh, biaya bahan baku
2.
Biaya
semivariabel, yaitu biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume
kegiatan. Biaya semivariabel mengandung unsur biaya tetap dan unsur biaya
variabel
3.
Biaya
semitetap, yaitu biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan
berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu
4.
Biaya
tetap, yaiu biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan
tertentu. Contoh, gaji direktur produksi.
3.
Macam-macam Biaya Berdasarkan Pengeluaran
Biaya
produksi juga merupakan biaya yang digunakan untuk menilai persedian yang
dicantumkan dalam laporan keuangan, dan jumlahnya relatif lebih besar dari pada
jenis biaya lain yang selalu terjadi berulang-ulang dalam pola yang sama secara
rutin.
Berdasarkan
pengeluaran, biaya terbagi menjadi sebagai berikut.
a.
Total
fixed cost (biaya total tetap),
yaitu jumlah pengeluaran tetap yang tidak dipengaruhi oleh tingkat produksi.
Contoh, penyusutan dan sewa. Biaya total (TFC) tidak bergantung pada kuantitas
output (Q), sedangkan biaya variabel total bergantung pada kuantitas output.
b.
Total
variabel cost (biaya
variabel total), yaitu jumlah pengeluaran yang dibayarkan dan besarnya berubah
menurut tingkat yang dihasilkan. Contoh, tenaga kerja, biaya bahan baku.
c.
Total
cost (biaya total), yaitu penjumlahan antara biaya total tetap dan
biaya total variabel.
TC=TFC+TVC
d.
Averege
fixed (biaya tetap rata-rata) adalah
biaya tetap yang dibebankan untuk setiap unit output.
AFC=
(Q= banyaknya output)
e.
Averege
variabel cost (biaya
variabel rata-rata) adalah pengaluaran variabel yang dibebankan untuk setiap
unit output.
AVC=
f.
Averege
total cost ( biaya total rata-rata), yaitu
biaya produksi yang dibebankan untuk setiap unit output.
ATC= AFC+ AVC
1.
Biaya
variabel (variabel cost), VC = f (output atau Q), yaitu
segala macam biaya yang dikeluarkan berhubungan dengan besar kecilnya unit
produksi yang dihasilkan. Bila tenaga kerja yang digunakan tidak digaji tetap
melaikan diupah, maka bebannya termasuk dalam biaya variabel.
Secara teoritis biaya variabel dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu
:
a.
Biaya
variabel yang bersifat progresif, yaitu biaya variabel yang nilainya semakin
besar seiring dengan semaki bertambahnya beban produksi
b.
Biaya
variabel yang bersifat proporsional, yaitu biaya yang proporsi nilainya sama
dengan proporsi pertambahan beban produksi
c.
Biaya
variabel yang bersifat degresif yaitu biaya variabel yang nilainya semakin
menurun seiring bertambahnya beban produksi.
2.
Total
Cost (Total Cost)
Biaya total dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : TC
= FC+VC
FC
Kurva 6.2 Biaya-biaya
Total
Kurva
FC bentuknya adalah horizontal karena nilainya tidak berubah walau berapapun
banyaknya barang yang diproduksi. Sedangkan kurva VC bermula dari titik nol dan
semakin lama akan semakin tinggi. Ini menggambarkan, bahwa ketika tidak ada
produksi berarti FC = 0, dan semakin besar produksi semakin besar pula nilai
biaya total (VC), bentuk kurva VC pada akhirnya akan semakin tegak.
4.
Pengaruh Pajak, Bunga Bank, Zakat, dan Bagi Hasil Terhadap Biaya
Produksi
Pengenaan
pajak atas suatu barang yang diproduksi/dijual akan memengaruhi keseimbangan
pasar barang. Pajak yang dikenakan atas penjualan suatu barang menyebabkan
harga jual barang tersebut naik. Sebab setelah dikenakan pajak produsen akan
mengalihkan beban pajak tersebut ke konsumen, yaitu dengan jalan menawarkan
harga jual yang lebih tinggi. Akibatnya, harga eseimbangan yang tercipta
dipasar menjadi lebih tinggi daripada harga keseimbangan sebelum pajak.
Pajak
yang dikenakan atas penjualan selalu menambah harga barang yang ditawarkan,
sehingga hanya memengaruhi fungsi penawaran, sedangkan fungsi permintaannya
tetap. Pajak dapat memengaruhi nilai keseimbangan pasar sebuah barang seperti
jumlah keseimbangan dan harga keseimbangan pasar barang tersebut. Keseimbangan
pasar dapat ditemukan dengan nilai Qd = Qs atau Pd =Ps. Pajak dapat menurunkan
jumlah permintaan barang dipasar karena setelah dikenakan pajak para produsen
akan menaikkan harga barang mereka. Jika sebelum terkena pajak fungsi penawaran
barangnya adalah Ps = a + bQ, maka setelah terkena pajak fungsi penawarannya
akan menjadi Ps = a + bQ + t.
Pengenaan pajak
sebesar t atas setiap unit barang yang dijual menyebabkan kurva penawaran bergeser
ke atas, dengan penggal yang lebih besar (lebih tinggi) pada sumbu harga. Jika
sebelum pajak persamaan penawarannya P = a + bQ, maka sesudah pajak ia akan
menjadi P = a + bQ + t. Dengan kurva penawaran yang lebih tinggi (cateris
paribus), titik keseimbangan akan bergeser menjadi lebih tinggi.
Pengenaan
pajak penjualan atau pajak pertambahan nilai sebesar, 10% dari harta per unit,
akan meningkatkan average total cost. Peningkatan ATC secara langsung
juga berarti meningkatkan MC.E’
Bila
harga tetap pada tingkat harga semula, maka peningkatan biaya ini berarti
penurunan profit, karena total revenue tetap sedangkan total cost meningkat.
Sebelum adanya pajak penjualan, tingkat profit sebesar profit.
Dengan adanya pengenaan pajak penjualan, tingkat profit menurun menjadi profit.
Adanya
pengenaan pajak penjualan meningkatkan TC menjadi TC1. Begitu pula
dengan bunga yang harus dibayarkan oleh produsen, maka bunga akan menjadi
bagian dari fix cost (biaya tetap). Konsekuensinya, keberadaan bunga
akan meningkatkan total biaya dari TC menjadi TC1, sehingga akan
memengaruhi harga barang.
Berbeda dengan
penerapan bagi hasil, di mana bagi hasil dilakukan setelah keuntungan produksi
diperoleh. Hal ini tentu tidak akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi. Pada
sistem bagi hasil, kurva fix cost tidak mengalami perubahan. Dengan
demikian, sistem bagi hasil tidak akan memengaruhi harga barang. Sama halnya
denganzakat perdagangan yang dihitung berdasarkan keuntungan yang diperoleh.
Artinya, zakat dikenakan setelah produksi. Dengan demikian produsen tidak akan
membebankannya kepada konsumen, sehingga harga barang tidak mengalami kenaikan.
M. Motif Produksi
Dalam
teori ekonomi, berbagai jenis perusahaan dipandang sebagai unit-unit badan
usaha yang mempunyai tujuan untuk mencapai keuntungan yang maksimum. Tujuan
pemaksimuman keuntungan pada sebagian perusahaan merupakan tujuan yang paling
penting. Untuk tujuan itu perusahaan menjalankan usaha dengan cara sama, yaitu
mengatur penggunaan faktor-faktor produksi dengan cara efisien sehingga usaha
memaksimumkan keuntungan dapat dicapai dengan cara yang paling efisien.
Pembahasan
produksi dalam ekonomi konvensional senantiasa mengusung maksimalisasi
keuntungan sebagai motif utama sekaligus sebagai tujuan dari keputusan ekonomi.
Strategi, konsep, dan teknik produksi semua diarahkan untuk mencapai keuntungan
maksimum, baik dalam jagka pendek, maupun jangka panjang. Produsen dalam sistem
ekonomi ini adalah profit seeker atau profit maximizer. Motif
keuntungan maksimal sebagai tujuan produksi dalam sistem ekonomi konvensional
dinilai merupakan konsep yang absurd. Upaya memaksimalkan keuntungan ini
membuat sistem ini sangat mendewakan produktivitas dan efisiensi produksi.
Motivasi keuntungan maksimum ini sering memunculkan masalah etika dan
tanggungjawab sosial produsen yang meskipun mereka tidak melakukan pelanggaran
hukum formal. Para produsen mengabaikan masalah eksternalitas atau dampak yang
merugikan dari proses produksi yang menimpa masyarakat, seperti limbah
produksi.
Motif
untuk memaksimumkan keuntungan dipandang tidak salah dalam Islam. Upaya untuk
mencari keuntungan merupakan konsekuensi logis dari aktivitas produksi
seseorang karena keuntungan itu merupakan konsekuensi logis dari aktvitas
produksi seseorang karena keuntungan itu merupakan rezeki yang diberikan Allah
kepada manusia. Islam memandang bahwa kegiatan produksi itu adalah dalam rangka
memaksimalkan kepuasan dan keuntungan dunia dan akhirat (QS Al-Qashash: 77).
Dalam pandangan Islam, produksi bukan sekedar aktivitas yang bersifat duniawi,
tetapi juga merupakan sarana untuk mencari kebahagiaan hidup di akhirat kelak.
Untuk itu memotivasi produsen dalam memaksimumkan keuntungan harus dilakukan
dengan cara-cara yang sejalan dengan tujuan syariah (maqashid syariah), yaitu
mewujudkan kemaslahatan hidup bagi manusia dan lingkungannya secara
keseluruhan. Dengan demikian, produsen adalah maslahah maxmizer. Produsen dapat
melakukan kegiatan produksi untuk mendapatkan keuntungan dalam rangka
mewujudkan kemaslahatan ekonomi dengan
tetap menjaga kemaslahatan manusia dan lingkungannya.
Maslahah dalam
perilaku produsen terdiri atas 2 komponen, yaitu manfaat dan berkah. Produsen
atau perusahaan yang menaruh perhatian pada keuntungan, maka manfaat yang
diperoleh adalah berupa materi. Sementara itu, berkah adalah bersifat abstrak
dan tidak secara langsung berwujud materi. Berkah akan diperoleh apabila
produsen menerapkan prinsip dan nilai Islam dalam kegiatan produksinya.
Keberkahan tidak bisa datang dengan sendirinya dalam setiap kegiatan manusia,
ia harus dicari dan diupayakan walaupun kadang seorang produsen akan
mengeluarkan biaya ekstra yang tinggi. Misalnya, seorang produsen yang
memperkerjakan tenaga kerja harus menunaikan hak tenaga kerja berupa gaji yang
adil dan layak. Dia tidak dibolehkan melakukan eksploitasi terhadap tenaga
kerja. Dengan tidak melakukan eksploitasi tenaga kerja (misalnya menakan upah
seminimal mungkin), seorang produsen mungkin dapat meningkatkan efisiensi biaya
produksi sehingga keuntungan yang diperolehnya akan maksimal. Namun, karena
prinsip keuntungan dalam produksi Islami berorientasi pada keberkahan, hal itu
tidak akan dilakukan oleh seorang produsen.
N.
Pemaksimuman Keuntungan
Keuntungan
yang maksimum dapat dicapai apabila perbedaan antara hasil penjualan dengan
biaya produksi mencapai tingkat yang paling besar. Keuntungan diperoleh apabila
hasil penjualan melebihi dari biaya produksi. Sementara itu, kerugian akan
dialami apabila hasil penjualan kurag dari biaya produksi.
Dalam
menganalisis suatu usaha, ada 2 hal yang harus diperhatikan, yaitu biaya
produksi yang dikeluarkan dan hasil penjualan dari barang-barang produksi. Di
dalam jangka pendek, pemaksimuman keuntungan oleh suatu perusahaan dapat dicari
dengan 2 cara yakni; membandingkan hasil penjualan total dengan biaya total dan
menunjukkan hasil penjualan marjinal sama dengan marjinal. Keuntungan adalah
perbedaan atau hasil penjualan total yang diperoleh dengan biaya total yang
dikeluarkan. Keuntungan akan mencapai maksimum apabila perbedaan di antara
keduanya adalah maksimum. Untuk menentukan keadaan ini dilakukan dengan cara
membandingkan hasil penjualan total dan biaya total pada setiap tingkat
produksi, dimana hasil penjualan total melebihi biaya total pada jumlah yang
paling maksimum (keuntungan = hasil penjualan – biaya produksi). Misalnya pada
produksi 1, hasil penjualan barang produksi adalah 150, sedangkan biaya
produksi yang telah dikeluarkan adalah 200, berarti perusahaan rugi 50, bila
produksi 2 memperoleh hasil penjualan 300, dengan biaya produksi 280, maka
keuntungan yang diperoleh adalah 20.
Berkaitan
dengan keuntungan dalam produksi, Imam Al-Ghazali tidak menolak kenyataan bahwa
mencari keuntungan merupakan motif utama dalam perdagangan. Namun ia memberikan
penekanan pada etika bisnis, bahwa keuntungan yang hakiki yang dicari adalah
keuntungan di akhirat. Ini mengindikasikan, bahwa keuntungan yang diperoleh
adalah dengan cara-cara yang digariskan syariah, yaitu nilai-nilai keadilan dan
menghindari kezaliman. Yang lebih menarik dari pernyataan Al-Ghazali adalah
mengurangi margin keuntungan dengan menjual harga yang lebih murah akan meningkatkan
volume penjualan yang selanjutnya hal ini akan meningkatkan keuntungan.
Cara
yang kedua adalah menggunakan bantuan kurva atau biaya rata-rata dan biaya
marginal. Pemaksimuman keuntungan dicapai pada tingkat produksi dimana hasil
penjualan marginal (marginal revenue/MR) sama dengan biaya marginal
(MC), MR = MC. Marginal revenue merupakan tambahan hasil penjualan yang
diperoleh perusahaan dari menjual 1 unit lagi barang yang diproduksi. Kalau
harga barang tetap Rp.3.000,00 setiap unit tambahan barang yang dijual akan
menambah hasil penjualan sebanyak Rp.3.000,00 juga.
[1]Adiwarman
Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2007:M.), hlm. 102.
[2]Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII, Ekonomi Islam,
Jakarta: Rajawali Press, 2008, hlm.230.
[3]Ahmad
Azhar Basyir, Garis Besar Sistem Ekonomi Islam, (Yogyakarta: BPFE,
1984), hlm 13
[4]Rustam
Efendi, Produksi dalam Islam, (Yogyakarta: Megistra Insania Press 2003
M), hlm. 11-12
[5]P3EI,
Ekonomi Islam, hlm. 233.
[6]Rustam
Efendi, Produksi, hlm. 27-33
[7]Mustofa
Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2010.) hlm. 101
[8]P3EI
UII, Ekonomi Islam, hlm. 262
[9]Ali
Akbar dan Eko Priyo Utomo, The entrepreneur Way: Menjadi Usahawan Mandiri
dan Sukses, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2010), hlm. 86-87.
[10]Yusuf
Al-Qardhawi, Imam wa al-Hayah, terj. Fakhruddin HS.Iman dan Kehidupan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1993), hlm.197.
Komentar
Posting Komentar