PRODUKSI


1    Produksi

A.    Pengertian Produksi

Produksi Konvensional
Sejak manusia berada di muka bumi, produksi ikut juga menyertainya. Produksi sangat penting bagi kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia di bumi. Menurut Adiwarman Karim, sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam.[1] Adapun menurut M. N. Siddiqi bahwa, produksi merupakan penyediaan barang dan jasa dengan memperhatikan nilai keadilan dan kemaslahatan bagi masyarakat.[2]
Produksi adalah menciptakan manfaat atas suatu benda.Secara terminologi, kata produksi berarti menciptakan dan menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari semula. Secara umum, produksi adalah penciptaan guna (utility) yang berarti kemampuan suatu barang atau jasa untuk memuaskan kebutuhan manusiawi tertentu.
Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi.Kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan barag dan jasa, kegiatan produksi melibatkan banyak faktor produksi. Fungsi produksi menggambarkan hubungan antara jumlah input dengan output yang dihasilkan dalam suatu waktu tertentu. Dengan kata lain, produksi, distribusi dan konsumsi merupakan rangkaian kegiatan ekonomi yang tidak bisa dipisahkan. Ketiganya saling memengaruhi, namun produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan tersebut. Tidak ada distribusi tanpa produksi, sedangkan kegiatan produksi merupakan respons terhadap kegiatan konsumsi atau sebaliknya.
Dalam kajian ekonomi, produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Pada saat kebutuhan manusia masih sedikit dan sederhana, kegiatan produksi dan konsumsi dapat dilakukan manusia secara sendiri. Artinya, seseorang memproduksi barang dan jasa lalu mengkonsumsinya untuk pribadi. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan beragamnya kebutuhan manusia, maka seseorang tidak dapat membuat sendiri barang dan jasa yang dibutuhkannya. Oleh karena itu, untuk memperoleh efisiensi dan meningkatkan produktivitas lahirlah istilah spesialisasi produksi, diversifikasi produksi, dan penggunaan tekonologi produksi.
Kegiatan produksi yang pada dasarnya halal, harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak mengakibatkan kerugian dan kemudharatan dalam kehidupan masyarakat. Produksi barang-barang yang halal adalah dibenarkan, tetapi apabila produksi itu dilakukan dengan mengandung tipuan atau pemerasan, maka hal ini tidak memenuhi landasan Ekonomi Islam.[3]
Dengan demikian, produksi adalah semua perbuatan atau kegiatan yang berkaitan dengan mengolah, menciptakan barang atau jasa dari sumber daya yang ada sesuai dengan kebutuhan manusia sebagai konsumen disertai dengan landasan Ekonomi Islam.
Produksi Islam
Dalam bahasa Arab, arti produksi adalah al-intaj dari akar kata nataja, yang berarti mewujudkan atau mengadakan sesuatu, atau pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas.[4]
Motif utama konsep produksi yang sangat memaksimalkan keuntungan dan kepuasan yang menjadi pendorong utama sekaligus tujuan dari keputusan ekonomi dalam pandangan ekonomi konvensional, bukannya salah ataupun dilarang di dalam Islam. Islam hanya ingin menempatkan pada posisi yang benar, bahwa semua motif utama dari kegiatan berproduksi yakni dalam rangka memaksimalkan kepuasan dan keuntungan di akhirat.  
Maka konsep produksi dalam Islam tidak semata-mata hanya ingin memaksimalkan keuntungan dunia saja akan tetapi yang lebih penting lagi adalah, untuk mencapai maksimalisasi keuntungan diakhirat.Konsep produksi dalam Islam adalah konsep produksi menurut Al- Quran dan Hadist, dan ini sangat erat sekali hubungannya dengan sistem ekonomi Islam, yaitu kumpulan dasar- dasar ekonomi yang di simpulkan dari Al- Quran dan Hadist. Tujuan dari konsep produksi dalam Islam dapat di lihat pada Al- Quran. Sesungguhnya Islam menerima motif-motif berproduksi yang menjadi tujuan dan pendorong dalam ekonomi konvensional. Hanya bedanya, lebih jauh Islam juga menjelaskan norma – norma atau nilai- nilai moral di samping manfaat ekonomi. Bahkan sebelum itu, Islam menjelaskan mengapa produksi harus dilakukan.Menurut ajaran Islam, manusia adalah Khalifatullah atau wakil dari Allah di muka bumi yang berkewajiban untuk memakmurkan bumi dengan jalan beribadah kepada- Nya. Karena Allah adalah satu- satunya pencipta alam semesta, pemilik, dan pengendali alam raya semesta ini yang dengan takdir- Nya menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam raya semesta ini dengan ketetapan- Nya. Norma- norma tentang konsep produksi dalam Islam dapat juga dilihat dalam Al- Quran surah An Nahl ayat 65 – 69 dan Surah Hud ayat 37
Berikut pengertian produksi menurut para ekonomi muslim kontemporer.
1.      Karf (1992) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
2.      Mannan (1992) menekankan pentingnya motif altruisme bagi produsen yang islami sehingga ia menyikapi dengan hati-hati konsep pareto optimality dan Given Demand Hypothesis yang banyak di jadikan sebagai konsep dasar produksi dalam ekonomi konvensionalRahman (1995) menekankan pentingnya keadilan dan kemerataan produksi (distribusi produksi secaraa merata)
3.      Al Haq (1996) menyatakan bahwa tujuan dari produksi adalah memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang merupakan fardlu kifayah, yaitu kebutuhan yang bagi banyak orang pemenuhannya bersifat wajib.

 

1.         Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009)hal 230.


4.      Siddiqi (1992) mendefinisikan kegiatan produksi sebagai penyediaan barang dan jasa dengan memperhatikan nilai keadilan dan kebajikan/kemanfaatan (maslahah) bagi masyarakat.Dalam pandangan nya, sepanjang produsen telah bertindak adil dan membawa kebajikan bagi masyarakat maka ia telah bertindak islami
Dalam definisi-definisi tersebut diatas terlihat sekali bahwa kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi islam padaa akhirnya mengerucut pada manusia dan eksistensinya, meskipun definisi-definisi tersebut berusaha mengelaborasi dari perspektif yang berbeda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kepentingan manusia yang sejalan dengan moral islam, harus menjadi fokus atau target dari kegiataan produksi. Produksi adalah proses mencari, mengalokasikan dan mengolah sumber daya menjadi output dalam rangka meningkatkan mashlahah bagi manusia. Produksi juga mencakup aspek tujuan kegiatan menghasilkan output serta karakter-karakter yang melekat pada proses dan hasilnya.

B.     Tujuan Produksi
Tujuan produksi dalam Islam sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari tujuan diciptakan dan diturunkannya manusia ke muka bumi, yaitu sebagai khalifah Allah di muka bumi. Dengan memahami tujuan penciptaan manusia tersebut, kita lebih mudah memahami tujuan produksi dalam Islam. Sebagai khalifah, manusia mendapat amanat untuk memakmurkan bumi. Ini berarti bahwa manusia diharapkan untuk turut campur dalam proses-proses untuk mengubah dunia yang apa adanya menjadi apa yang seharusnya. Alam telah dirancang oleh Allah sedemikian rupa untuk tunduk pada kepentingan manusia, dirancang da dimaksudkan untuk memenuhi kesejahteraan manusia.
Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok umat manusia dan berusaha agar setiap orang dapat hidup dengan layak, sesuai dengan martabatnya sebagai khalifah Allah. Dengan kata lain, tujuan produksi adalah tercapainya kesejahteraan ekonomi.
Dalam ekonomi konvensional, tujuan produksi meliputi:
1.      Menjaga kesinambungan usaha perusahaan dengan jalan meningkatkan proses produksi secara terus menerus.
2.      Meningkatkan jumlah dan mutu produksi.
3.      Memperoleh kepuasan dari kegiatan produksi, dan
4.      Memenuhi kebutuhan dan kepentingan produsen serta konsumen.[5]
Dalam ekonomi Islam, tujuan produksi meliputi:
1.      Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu secara wajar.
2.      Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan keluarga.
3.      Bekal untuk generasi mendatang.
4.      Bantuan kepada masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.[6]
Terlihat bahwa diantara tujuan produksi dalam ekonomi konvensional adalah untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya., berbeda dengan tujuan produksi dalam Islam, yang bertujuan untuk memberikan maslahah yang maksimum bagi konsumen. Walaupun tujuan utama ekonomi Islam adalah memaksimalkan maslahah, memperoleh keuntungan tidaklah dilarang selama masih berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam.
Dapat dikatakan bahwa tujuan produksi dalam Islam adalah untuk menciptakan masslahah yang optimum bagi individu ataupun manusia secara keseluruhan. Dengan maslahah optimum ini, maka akan dicapai falah (kebahagiaan) yang merupakan tujuan akhir dari kegiatan ekonomi sekaligus tujuan hidup manusia. Falah adalah kemuliaan hidup di dunia dan di akhirat yang akan memberikan kebahagiaan yang hakiki bagi manusia. Kemuliaan dan harkat martabat manusia harus mendapat perhatian utama dalam keseluruhan aktivitas produksi.
Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan kemashlahatan yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya:
a)           Pemenuhan kebutuhan manusai pada tingkat moderat
Tujuan produksi yang pertama sangat jelas, yaitu pemenuhan sarana kebutuhan manusia pada takaran moderat. Hal ini akan menimbulkan setidaknya dua implikasi. Pertama, produsen hanya menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan meskipun belum tentu merupakan keinginan konsumen. Barang dan jasa yang dihasilkan harus memiliki manfaat riil bagi kehidupan yang islami. Kedua, kuantitas produksi tidak akan berlebihan, tetapi hanya sebatas kebutuhan yang wajar. Produksi barang dan jasa secara berlebihan tidak saja menimbulkan mis-alokasi sumber daya ekonomi dan kemubaziran, tetapi juga menyebabkan terkurasnya sumber daya ekonomi ini secara cepat.
b)          Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya.
Meskipun poduksi hanya menyediakan sarana kebutuhan manusia tidak berarti bahwa produsen sekadar bersikap reaktif terhadap kebutuhan konsumen. Produsen harus proaktif, kreatif dan inovatif menemukan berbagai barang dan jasa yang memang dibutuhkan oleh manusia. Sikap proaktif ini juga harus berorientasi kedepan, dalam arti: pertama, menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kehidupan masaa mendatang; kedua, menyadari bahwa sumber daya ekonomi, baik natural resources atau non natural resources, tidak hanya diperuntukkan bagi manusia yang hidup sekarang, tetapi juga untuk generasi mendatang.
c)           Menyiapkan persediaan barang/jasa dimasa depan.
Orientasi kedepan ini akan mendorong produsen untuk terus menerus melakukan riset dan pengembangan guna menemukan berbagai jenis kebutuhan, teknologi yang diterapkan, serta berbagai standar lain yang sesuai dengan tuntutan masa depan. Efisiensi dengan sendirinya juga akan senantiasa dikembangkan, sebab dengan cara inilah kelangsungan dan kesinambungan pembangunan akan terjaga. Ajaran islam juga memberikan peringatan yang keras terhadap prilaku manusia yang gemar membuat kerusakan dan kebinasaan, termasuk kerusakan lingkungan hidup, demi mengejar kepuasaan.
d)          Pemenuhan sarana bagi kegaitan social dan ibadah kepada Allah.
Tujuan yang terakhir yaitu pemenuhan sarana bagi kegiatan social dan ibadah kepada Allah. Sebenarnya ini merupakan tujuan produksi yang paling orisinal dari ajaran islam. Dengan kata lain, tujuan produksi adalah mendapatkan berkah, yang secara fisik belum tentu dirasakan oleh pengusaha itu sendiri.

C.    Prinsip Produksi

Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat Islam, di mana seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu sendiri. Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari falah, demikian pula produksi harus dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna falah tersebut. Sejalan dengan tujuan produksi dalam Islam, ada beberapa prinsip produksi menurut ajaran Islam, diantaranya:
1.      Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
Produksi dalam Islam baik dilaksanakan secara individu maupun kolektif, perseorangan maupun oleh badan usaha, pengadaan barang maupun jasa harus berpegang pada semua yang dihalalkan oleh Allah dan tidak melewati batas.
2.      Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian dan ketersediaan sumber daya alam.
Menjaga sumber daya alam juga sangat penting karena alam adalah karunia Allah yang wajib disyukuri dengan menjaga sumber daya alam dari polusi, kehancuran dan kerusakan serta pemanfaatan yang berlebihan. Pemnafaatan sumber daya alam harus diimbangi dengan pemeliharaan kelestarian dan kontinuitas kelangsungan lingkungan hidup.
3.      Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai kemakmuran.
Produsen dalam menjalankan aktifitas ekonomi dengan berproduksi dituntut untuk tidak hanya mengejar keuntungan pribadi saja, akan tetapi juga harus bisa memenuhi kebutuhan hidup orang banyak dan kesemuanya itu bermuara sebagai jalan untuk beribadah kepada Allah.

4.      Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia.
Nabi pernah bersabda: “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.”
5.      Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik.
Kualitas spiritual terkait dengan kesadaran rohaniayahnya, kualitas mental terkait dengan etos kerja, intelektual, kreatifitasnya, serta fisik mencakup kekuatan fisik, kesehatan, efisiensi, dan sebagainya. Menurut Islam, kualitas rohaniah individu mewarnai kekuatan-kekuatan lainnya, sehingga membina kekuatan rohaniah menjadi unsur penting dalam produksi Islami.
6.      Keadilan dalam berproduksi.
Sistem ekonomi Islam telah memberikan keadilan dan persamaan prinsip produksi sesuai kemampuan masing-masing tanpa menindas orang atau menghancurkan masyarakat. Allah melarang kita untuk mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak adil dan memperingatkan akan akibat buruk yang ditimbulkan oleh perbuatan-perbuatan yang tidak adil. Jika seseorang mencari dan mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak benar, ia tidak hanya merusak usaha dirinya tetapi akan menciptakan kondisi yang tidak harmonis di pasar yang pada akhirnya akan menghancurkan keseluruhan sistem sosial.[7]
Prinsip-prinsip produksi ini, merupakan pedoman yang harus diperhatikan, ditaati, dan dilakukan ketika akan berproduksi agar dapat menghasilkan suatu produk yang baik dan halal untuk dikonsumsi masyarakat.

D.    Pola Produksi

Berdasarkan pertimbangan kemaslahatan itulah, menurut Muhammad Abdul Mannan, pertimbangan perilaku produksi tidak semata-mata didasarkan pada permintaan pasar. Dari sudut padat fungsional, produksi atau proses pabrikasi merupakan suatu aktivitas fungsional yang dilakukan oleh setiap perusahaan untuk menciptakan suatu barang atau jasa sehingga dapat mencapai nilai tambah. Dari fungsinya demikian, produksi meliputi aktivitas produksi sebagai berikut:
1.      Apa yang diproduksi
Terdapat dua pertimbangan yang mendasari pilihan jenis dan macam suatu produk yang akan diproduksi, yaitu; ada kebutuhan yang harus dipenuhi masyarakat (primer, sekunder, tersier) dan ada manfaat positif bagi perusaahan dan masyarakat (harus memenuhi kategori etis dan ekonomi)
2.      Berapa jumlah barang yang diproduksi.
Jumlah barang yang diproduksi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu intern dan ekstern. Faktor intern meliputi sarana dan prasarana yang dimiliki perusahaan, faktor modal, faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya lainnya. Adapun faktor ekstern meliputi adanya jumlah kebutuhan masyarakat, kebutuhan ekonomi, market share yang dimasuki dan dikuasai, pembatasan hukum dan regulasi.
3.      Kapan produksi dilaksankan.
Penetapan waktu produksi, apakah akan mengatasi eksternal atau meenunggu tingkat kesiapan perusahaan.
4.      Mengapa suatu produk diproduksi.
a)      Alasan ekonomi.
b)      Alasan kemanusiaan.
c)      Alasan politik.
5.      Dimana produksi itu dilakukan.
a)      Kemudahan memperoleh supplier bahan dan alat-alat produksi.
b)      Murahnya sumber-sumber ekonomi.
c)      Akses pasar yang efektif dan efisien.
d)     Biaya-biaya lainnya yang efisien.
6.      Bagaimana proses produksi.
Input – Proses – Output – Outcome
7.      Siapa yang memproduksi.
Suatu produk yang beredar dibuat apakah oleh Negara, kelompok masyarakat atau individu.
Dengan demikian masalah-masalah diatas yang merupakan pertanyaan umum dalam teori produksi tentu saja merujuk pada motifasi-motifasi Islam dalam berproduksi.

E.     Faktor – faktor Produksi

Perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional terletak pada filosofi ekonomi, bukan pada ilmu ekonominya, filosofi ekonomi memberikan pemikiran dengan nilai-nilai Islam dan batasan-batasan syariah, sedangkan ilmu ekonomi berisi alat-alat analisis ekonomi yang dapat digunakan.
Secara garis besar, faktor-faktor produksi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu faktor manusia dan faktor non-manusia. Yang termasuk faktor manusia adalah tenaga kerja atau buruh dan wirausahawan, sementara faktor non-manusia adalah sumber daya alam, modal (capital), mesin, alat-alat, gedung, dan input-input fisik lainnya.
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
1.      Faktor sumber daya alam (bahan baku dan bahan penolong).
Allah menciptakan alam di dalamnya mengandung banyka sekali kekayaan yang bisa dimanfaatkan oleh manusia. Manusia sebagai makhluk Allah hanya bisa mengubah kekayaan tersebut menjadi barang kapital atau pemenuh kebutuhan yang lain. Menurut ekonomi Islam, jika alam dikembangkan dengan kemampuan teknoligi yang baik, maka alam dan kekayaan yang terkandung di dalamnya tidak akan terbatas, berbeda dengan pandangan ilmu ekonomi konvensional yang menyatakan bahwa kekayaan alam ini terbatas dan kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Sedangkan Islam sebaliknya, memandang kebutuhan manusia bersifat terbatas dan hawa nafsu mereka yang tidak terbatas.
Secara spesifik faktor sumber daya alam dapat dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya adalah :
·           Tanah
Tanah antara lain digunakan untuk lahan pertanian, perkebunan, medirikan pabrik atau perkantoran, jalan raya, dan keperluan lainnya. Tanah ada juga yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan benda tertentu. Misalnya, tanah dapat digunakan sebagai bahan baku pabrik batu bata dan genteng.
·           Air
Air merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi umat manusia. Selain untuk minum, mandi, atau memasak, air juga digunakan sebagai alat pembangkit tenaga listrik, sebagai sarana angkutan air, dan usaha perikanan.
·           Sinar matahari
Sinar matahari dibutuhkan untuk keberlangsungan tumbuh-tumbuhan dan kehidupan manusia. Selain itu, sinar matahari juga digunakan sebagai sumber tenaga listrik.
·           Udara
Udara digunakan untuk kincir angin, penyegar ruangan, sarana perhubungan udara, dan menunjang kesuburan tanah.
·           Barang tambang
Barang tambang seperti minyak, batubara, emas, intan, mineral, dan barang tambang lainnya sangat berguna bagi kehidupan manusia.

2.      Faktor sumber daya manusia.
Allah menciptakan manusia dengan maksud agar memakmurkan bumi, dalam arti memanfaatkan sumber daya alam di bumi dan menjadi tenaga-tenaga yang bertugas mengelola dan memproduksi hasil-hasil bumi sehingga tercapai kesejahteraan hidup.
Sumber daya manusia ini merupakkan salah satu faktor produksi yang sangat penting, karena manusialah yang memiliki inisiatif, ide, mengorganisasi, memproses, dan memimpin semua faktor produksi non-manusia.[8]
Sumber daya manusia di sini, disebut juga sebagai tenaga kerja (labor). Secara umum, tenaga kerja dibagi menjadi dua kategori: Pertama, tenga kerja kasar/buruh, misalnya pekerja bangunan, pandai besi, dan sebagainya. Allah memuliakan hamba-hambaNya walaupun mereka bekerja sebagai pekerja kasar.Kedua, tenaga terdidik. Dalam Al-Qur’an diceritakan tentang tenaga ahli dalam cerita Nabi Yusuf yang diakui pengetahuannya oleh Raja Mesir (Kiffir al-‘Aziz) sehingga dipercayai untuk mengurus dan menjaga gudang logistik.
Karena sumber daya manusia haruslah berkualitas dan berkompeten, ada beberapa syarat agar sumber daya manusia berkualitas dan kompeten, yaitu (a) berpengalaman, (b) bisa melakukan pengambilang keputusan, (c) bisa belajar dengan cepat, (d) bisa menyesuaikan diri, (e) bisa bekerja sama dalam tim, (f) bisa berpikir dewasa, (g) mempunyai keterampilan teknis yang diperlukan sesuai dengan bidangnya, (h) bisa melakukan negosiasi, (i) bisa berpikir strategis, (j) bisa mendelegasikan tugas, (k) mempunyai sensitivitas kebudayaan (bisa bekerja sama dengan orang lain yang berbeda budaya)[9]

3.      Faktor modal atau capital
Modal sebagai salah satu faktor produksi dapat diartikan sebagai semua bentuk kekayaan yang dapat dipakai langsun atau tidak langsung dalam proses produksi untuk menambah output. Modal merupakan berbagai bentuk kekayaan yang memberikan penghasian kepada pemiliknya atau suatu kekayaan yang dapat menghasilkan kekayaan lain.
Dalam ekonomi Islam, modal dapat dikembangkan melalui beberapa bentuk transaksi: Pertama, transaksi jual beli dengan mengembangkan modal usaha di mana seseorang berada pada posisi sebagai penjual dan yang lain sebagai pembeli, seperti dalam akad jual beli, salam, dan sebagainya. Kedua, transaksi bagi hasil yaitu pengembangan modal usaha di mana seseorang bertindak sebagai pemberi modal dan yang lain sebagai pengelola modal dengan ketentuan akan membagi hasil sesuai perjanjian yang telah disepakati, seperti yang terlihat pada akad syirkah dan mudharabah. Ketiga, transaksi jasa, yaitu pengembangan modal di mana seseorang bertindak sebagai konsumen atau pemakai jasa dan wajib memberikan harga kepada pihak yang memberikan jasa menurut kesepakatan yang telah dibuat, seperti akad rahn, dan wadiah.
4.      Faktor organisasi atau manajemen
Dalam sebuah produksi hendaknya terdapat sebuah organisasi untuk mengatur kegiatan dalam perusahaan.Dengan adanya organisasi setiap kegiatan produksi memiliki penanggungjawab untuk mencapai suatu tujuan perusahaan.Diharapkan smeua individu dalam sebuah organisasi melakukan tugasnya masing-masing dengan baik dan professional. Tanpa organisasi dan manajemen yang baik, suatu perusahaan tidak akan bisa melakukan aktivitas produksi dengan baik pula. Dalam Islam, pentingnya perencanaan dan organisasi dapat dilihat pada hakikat bahwa Allah sendiri adalah pelindung dan perencana yang terbaik.
5.      Faktor Teknologi
Teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia. Penempatan teknologi sebagai faktor produksi dapat menciptakan kemaslahatan (maslahah mursalah) sesuai dengan Maqasaid Syari’ah karena terciptanya efisiensi dalam kegiatan produksi.

6.      Faktor Keahlian
Faktor produksi terakhir yang tidak kalah penting adalah keahlian (skill) atau faktor produksi kewirausahaan (entrepreneurship). Sebanyak dan sebagus apapun faktor produksi alam, tenaga kerja dan modal yang dipergunakan dalam proses produksi, jika dikelola dengan tidak baik, hasilnya tidak akan maksimal. Jadi, faktor produksi keahlian adalah keahlian atau keterampilan yang digunakan seseorang dalam mengkoordinir faktor-faktor produk untuk menghasilkan barang dan jasa. Dari uraian  sebelumnya kita dapat melihat bahwa benda produksi merupakan hasil kombinasi dari faktor-faktor produksi. Dari penggabungan berbagai faktor produksi yang biasa disebut juga sebagai masukan (input), dihasilkan hasil produksi yang disebut keluaran (output). Kita ambil contoh sekarung tepung. Tepung merupakan bahan baku  yang manfaatnya baru terasa bila telah diubah menjadi roti, usaha pembuatan tepung menjadi roti merupakan kegiatan produksi. Tapi, tidaklah mudah mengubah bahan baku mejadi barang siap konsumsi untuk dapat melakukan kegiatan produksi seorang produsen membutuhkan faktor-faktor produksi.

F.     Norma dan Etika Produksi

Norma dan etika dalam berproduksi, sejak dari dari kegiatan mengorganisasi faktor produksi, proses produksi hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumnen, semuanya harus mengikuti moralitas Islam. Metwally (1992) mengatakan bahwa perbedaan dari perusahaan-perusahaan non islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasar.Produksi barang dan jasa yang dapat merusak moralitas dan menjauhkan manusia dari nilai-nilai religious tidak diperbolehkan. Adapun nilai yang penting dalam memproduksi adalah sebagai berikut:
1.      Ihsan dan Itqan (Sungguh-sungguh) dalam berusaha.
M.Abdul Mun’in al-Jamal, dalam hal ini mengemukakan hal yang sama bahwa usaha dan peningkatan produktivitas dalam pandangan Islam adalah sebagai ibadah, bahkan aktivitas perekonomian ini dipandang semulia-mulianya nilai. Karena hanya dengan bekerja setiap individu dapat memenuhi hajat hidupnya, keluarganya, karib kerabatnya, juga memberikan pertolongan serta ikut berpartisipasi dalam mewujudkan kemaslahatan umum.
2.      Iman, Taqwa, Maslahah, dan Istiqamah.
Iman, taqwa, dan istiqamah merupakan pendorong yang sangat kuat untuk memperbesar produksi melalui kerja keras dengan baik, ikhlas, dan jujur dalam melakukan kegiatan produksi yang dibutuhkan untuk kepentingan umat, agama, dan dunia.[10]
Semua nilai yang sudah dipaparkan ini pada dasarnya mengacu pada nilai-nilai yang pokok dalam ekonomi Islam, yaitu amanah dan ikhlas dalam setiap aktivitas ekonomi.
3.      Bekerja pada bidang yang dihalalkan Allah.
Selanjutnya, akhlak utama yang harus diperhatikan seorang Muslim dalam bidang produksi secara pribadi maupun kolektif adalah bekerja pada bidang yang dihalalkan Allah. Oleh karena itu, setiap usaha yang mengandung unsur kedzaliman dan mengambil hak orang lain dengan jalan yang bathil, sangat tidak dibenarkan menurut syariat dan diharamkan oleh Islam.

G.    Etika Produsen dalam Produksi

Produksi adalah sebuah proses yang telah terlahir di muka bumi ini semenjak manusia menghuni planet ini. Produksi sangat berprinsip bagi kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia serta bumi. Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam.
Menurut Yusuf Qardhawi (1995), secara eksternal perilaku produksi dimaksudkaniuntuk memenuhi kebutuhan setiap individu sehingga dapat membangun kemandirian umat. Sedangkan motif perilakunya adalah keutamaan mencari nafkah, menjaga semua sumber daya (flora – fauna dan alam sekitar), dilakukan secara profesional (amanah & itqan) dan berusaha pada sesuatu yang halal. Karena itu dalam sebuah perusahaan misalnya, menurut M.M. Metwally asumsi – asumsi produksi, harus dilakukan untuk barang halal dengan proses produksi dan pasca produksi yang tidak menimbulkan kemudharatan. Semua orang diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan produksi.
Ajaran islam memiliki komitmen yang  tinggi terhadap kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, bahkan memberi perhatian yang lebih terhadap kelompok miskin. Pada dasarnya, prinsip – prinsip yang berlaku pada konsumsi, juga berlakuk pada produksi. Jika konsumsi bertujuan memperoleh maslahah, maka produksi juga dimaksudkan utnuk mendapat maslahah. Dengan demikian produsen dan konsumen memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai maslahah. Tujuan produsen bukan mencari keuntungan maksimum belaka, sebagaimana dalam kapitalisme, namun lebih luas dari pada itu. Karena pada dasarnya produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen, maka tujuan produksi adlah sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu sendiri. Sebagaimana telah diketahui, konsumsi seorang muslim dilakukan secara falah, demikian pula produksi dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna mencapai falah tersebut.
Selain untuk pemenuhan kebutuhan manusia sendiri, produksi harus berorientasi kepada kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah. Tujuan ini akan membawa implikasi yang luas, sebab produksi tidak akan selalu menghasilkan keuntungan material. Implikasi yang mendasar bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan. Beberapa implikasi mendasar itu antara lain:
1.      Seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang Islami sebagaimana juga dalam kegiatan konsumsi. Ajaran Islam melarang konsumsi barang dan jasa yang haram dan merusak seperti alkohol / khamr, daging babi, perjudian, riba, spekulasi. Sebagaimana yang telah disampaikan bahwa terdapat 5 jenis kebutuhan yang dipandang bermanfaat secara falah yaitu :
a.       Kehidupan
b.      Harta meterial
c.       Kebenaran
d.      Ilmu pengetahuan
e.       Kelangsungan keturunan
Islam juga mengajarkan adanya skala prioritas (darruriyah, hajiyyah, tahsiniyah) dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi seta melarang sikap berlebihan. Jadi produksi alkohol / khamir tidak akan pernah dilakukan oleh produsen.
2.      Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial – kemasyarakatan. Kegiatan produksi harus menjaga nilai – nilai keseimbangan dan harmoini dengan lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat, sehingga terdapat keselarasan dengan pembangunan masyarakat dalam skala yang lebih luas. Selain itu, masyarakat juga berhak menikmati hasil produksi secara memadai dan berkualitas.

3.      Permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan saja, tetapi lebih kompleks. Masalah ekonomi muncul bukan karena kelangkaan sumber daya ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan manusia saja, tetapi disebabkan oleh kemalasan dan pengabaian optimalisasi segala anugerah Allah, baik dalam bentuk sumber daya manusia maupun sumber daya alam.

H.    Nilai – Nilai Islam dalam Produksi
Upaya produsen untuk memperoleh mashlahah yang maksimum dapat terwujud apabila produsen mengaplikasikan nilai-nilai islam. Dengan kata lain, seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang islami. Metwally mengatakan, “perbedaan dari perusahan-perusahan non muslim  tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya.
         Nilai-nilai islam yng relevan dengan produksi dikembangkan dari tiga nilai utama dalam ekonomi islam, yaitu: khilafah, adil, dan takaful.secara lebih rinci nilai-nilai islam dalam produksi meliputi:

 

1.       Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009) hal 252.

1.       Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi kepada tujuan akhirat;
2.      Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkup internal atau eksternal;
3.      Memenuhi takran, ketepatan, kelugasan dan kebenaran;
4.      Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis;
5.      Memuliakan prestasi/produktifitas;
6.      Mendorong ukhuwah antarsesama pelaku ekonomi;
7.      Menghormati hak milik individu;
8.      Mengikuti syarat sah dan rukun akad/transaksi;
9.      Adil dalam bertransaksi;
10.    Memiliki wawasan sosial;
11.    Pembayaran upah tepat waktu dan layak;
12.    Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam islam;
            Penerapan nilai-nilai diatas dalam produksi tidak saja akan mendatangkan keuntungan bagi produsen, tetapi sekaligus mendatangkan berkah. Kombinasi keuntungan dan berkah yang diproleh oleh produsen merupakan satu mashlahah yang akan member kontribusi bagi tercapinya falah. Dengan cara ini, maka produsen akan memperoleh kebahagiaan hakiki, yaitu kemuliaan tidak saja di dunia tetapi juga diakhirat.

I.       Pentingnya Produksi Menurut Islam

Pentingnya  peranan  produksi  dalam  memakmurkan  kehidupan  suatu  bangsa dan taraf hidup manusia, disebutkan dalam beberapa ayat dan hadits, seperti :
Surat al Qashash ayat 73 :“Supaya kamu mencari sebagian dari karuniaNya.”.
Surat ar Rum ayat 23 :“Dan usahamu mencari bagian dari karuniaNya.”  
Apabila dikaji secara  terperinci dalam AlQur’an, maka kita akan mendapatkan bahwa  penekanan  atas  usaha  manusia  untuk  memperoleh  sumber  penghidupan merupakan salah satu prinsip ekonomi yang mendasar di dalam Islam.
Dalam berbagai ayat AlQur’an telah merujuk secara singkat berbagai cara yang dibolehkan  bagi manusia untuk memanfaatkan  sumber  alam  yang  tak  ternatas dalam rangka  memenuhi  kebutuhan  manusia  yang  tak  terbatas.  Al  Qur’an  bukan  hanya membenarkan dan mengakui kenyataan bahwa umat Islam harus terus berjuang secara sungguh-sungguh  dan  terus mengingatkan  keadaan  sosial  dan  ekonomi,  tetapi  telah juga  mendorong  untuk meningkatkan cara dan teknik produksi agar orang/bangsa itu tidak ketinggalan dengan orang/bangsa lain.
Tujuan utama Allah menciptakan bumi  ialah untuk diberikan kepada manusia agar dapat mempergunakan sumber-sumber yang ada di bumi untuk memperoleh rizki. Tersedianya  rizki  berkaitan  erat  dengan  usaha  manusia.  Usaha  yang  keras  akan menghasilkan  sesuatu  yang  optimal,  ganjaran  dan  kemurahan  dan  keberhasilan  yang tidak ada batasnya.
Bagi  Islam, memproduksi  sesuatu  bukanlah  sekedar untuk dikonsumsi  sendiri atau dijual ke pasar. Dua motivasi itu belum cukup karena masih terbatas pada fungsi ekonomi.  Islammenekankan  bahwa  setiap  kegiatan produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial (Q.S. Al Hadid (57): 7).
Agar mampu mengemban  fungsi  sosial  seoptimal mungkin,  kegiatan  produksi  harus melampaui  surplus  untuk mencukupi  kebutuhan  konsumtif  dan meraih  keuntungan finansial, sehingga bisa berkontribusi kehidupan sosial Melalui konsep  ini,  kegiatan  produksi  harus  bergerak  di  atas  dua  garis  optimalisasi.
Optimalisasi pertama  adalah mengupayakan  berfungsinya  sumber daya insani  ke  arah. pencapaian  kondisi  full  employment  (tanpa  pengangguran),  dimana  setiap  orang menghasilkan karya kecuali mereka yang udzur syar’i (sakit atau lumpuh). Optimalisasi kedua memproduksi berdasarkan skala prioritas yaitu kebutuhan primer  (dharuriyyat), lalu kebutuhan sekunder (hajiyyat) dan  kebutuhan  tersier  (tahsiniyyat)  secara proporsional.

J.      Kaidah – kaidah dalam Produksi

1.      Barang/ jasa harus halal.
Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
2.      Tidak merusak.
Mencegah kerusakan dimuka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam
3.      Meningkatkan kualitas SDM.
Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik. Kualitas spiritual terkait dengan kesadaran rohaniahnya, kualitas mental terkait dengan etos kerja, intelektual, kreatifitasnya, serta fisik mencakup kekuatan fisik,kesehatan, efisiensi, dan sebagainya. Menurut Islam, kualitas rohiah individu mewarnai kekuatan-kekuatan lainnya, sehingga  membina kekuatan rohaniah menjadi unsur penting dalam produksi Islami
4.      Skill umat.
Produksi dalam islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemanirian umat. Untuk itu hendaknya umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan prasarana yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan spiritual dan material. Juga terpenuhinya kebutuhan pengembangan peradaban, di mana dalam kaitan tersebut para ahli fiqh memandang bahwa pengembangan di bidang ilmu, industri, perdagangan, keuangan merupakan fardhu kifayah, yang dengannya manusia biasa melaksanakan urusan agama dan dunianya.
5.      Pemenuhan kebutuhan untuk kemakmuran.
Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta  mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi harus berdasarkan prioritas yang ditetapkan agama, yakni terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya akidah/agama, terpeliharanya nyawa, akal dan keturunan/kehormatan, serta untuk   kemakmuran  material.

K.    Fungsi Produksi dalam Islam
Pada umumnya fungsi produksi adalah menciptakan barang dan atau jasa sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada waktu harga dan jumlah yang tepat. Karena itu agar fungsi produksi dapat berperan dengan baik, perencanaan produksi merupakan hal yang penting untuk dilaksanakan. Perencaanan produksi meliputi keputusan-keputusan yang menyangkut dan berkaitan dengan masalah-masalah pokok yang meliputi
1.      Jenis barang yang akan dibuat
2.      Jumlah barang yang akan dibuat
3.      Cara pembuatan
Menurut bambang Tricahyono dalam “Manajemen Produksi” menjelaskan empat fungsi produksi operasi, yaitu.
1.      Proses pengolahan
2.      Jasa-jasa penunjang
3.      Perencanaan
4.      Pengendalian atau pengawasaan         

L.     Konsep Biaya Produksi
1.        Pengertian Biaya Produksi
Biaya produksi dapat didefinisikan sebagai harga pokok yang digunakan untuk memperoleh penghasilan dan digunakan sebagai pengurangan penghasilan (Supriono, 1997: 16). Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa biaya produksi adalah pengorbanan sumber ekonomi dalam rangka melakukan usaha-usaha pokok perusahaan, yaitu untuk mendapatkan laba.
2.        Cara Penggolongan Biaya
Biaya dapat digolongkan dengan berbagai cara atas dasar tujuan yang hendak dicapai masyarakat :
a.    Penggolongan biaya menurut objek pengeluaran
Penggolongan ini didasarkan atas nama objek pengeluarannya. Misalnya, jika nama objek pengeluaran adalah bahan bakar, disebut dengan biaya bahan bakar.
b.    Penggolongan biaya menurut fungsi pokok perusahaan
Di perusahaan manufaktur terdapat tiga fungsi pokok, yaitu fungsi produksi fungsi pemasaran, fungsi administrasi dan umum. Oleh karena itu, biaya dapat dikelompokan oleh sebagai berikut :
a.    Biaya produksi yaitu biaya yang terjadi untuk mengelola bahan baku, menjadi bahan saji yang siap dijual. Contoh biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya gaji karyawan, dan lain-lain. Menurut objek pengeluaran, secara garis besar biay produksi dibagi menjadi riga, yaitu:
1)   Biaya bahan baku
2)   Biaya tenaga kerja langsung
3)   Biaya overhead pabrik.
b.    Biaya pemasaran, yaitu biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk. Contoh biaya iklan, biaya pengangkutan, dan biaya gaji bagian pemasaran.
c.    Biaya administrasi dan umum, yaitu biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan produksi dan pemasaran produk. Contoh, biaya gaji karyawan bagian akuntansai, bagian keuangan, bagian personalia, dan bagian hubungan masyarakat.
c.    Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai.
Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan :
1.    Biaya langsung (direct cost), yaitu biaya yang terjadi karena adanya sesuatu yang dibiayai. Jika sesuatu yang dibiayai tidak ada, biaya langsung tidak akan terjadi. Biaya langsung dibagi menjadi dua, yaitu:
a.    Biaya produksi langsung, terdiri atas biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
b.    Biaya langsung departemen, yaitu semua biaya yang terjadi di departemen tertentu. Contoh, biaya tenaga kerja yang bekerja di departemen pemeliharaan.
2.    Biaya tidak langsung (indirect cost), yaitu biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya ini dibagi menjadi dua, yaitu :
a.    Biaya produksi tidak langsung, yaitu biaya overhead pabrik
b.    Biaya tidak langsung departemen, yaitu biaya yang terjadi di departemen, tetapi manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu departemen. Contoh, biaya listrik.
d.   Penggolongan biaya menurut perilaku dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan.
Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat digolongkan meliputi :
1.    Biaya variabel, yaitu biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Contoh, biaya bahan baku
2.    Biaya semivariabel, yaitu biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semivariabel mengandung unsur biaya tetap dan unsur biaya variabel
3.    Biaya semitetap, yaitu biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu
4.    Biaya tetap, yaiu biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan tertentu. Contoh, gaji direktur produksi.
3.        Macam-macam Biaya Berdasarkan Pengeluaran
Biaya produksi juga merupakan biaya yang digunakan untuk menilai persedian yang dicantumkan dalam laporan keuangan, dan jumlahnya relatif lebih besar dari pada jenis biaya lain yang selalu terjadi berulang-ulang dalam pola yang sama secara rutin.
Berdasarkan pengeluaran, biaya terbagi menjadi sebagai berikut.
a.    Total fixed cost (biaya total tetap), yaitu jumlah pengeluaran tetap yang tidak dipengaruhi oleh tingkat produksi. Contoh, penyusutan dan sewa. Biaya total (TFC) tidak bergantung pada kuantitas output (Q), sedangkan biaya variabel total bergantung pada kuantitas output.
b.    Total variabel cost (biaya variabel total), yaitu jumlah pengeluaran yang dibayarkan dan besarnya berubah menurut tingkat yang dihasilkan. Contoh, tenaga kerja, biaya bahan baku.
c.    Total cost (biaya total), yaitu penjumlahan antara biaya total tetap dan biaya total variabel.
TC=TFC+TVC
d.   Averege fixed (biaya tetap rata-rata) adalah biaya tetap yang dibebankan untuk setiap unit output.
AFC=
(Q= banyaknya output)
e.    Averege variabel cost (biaya variabel rata-rata) adalah pengaluaran variabel yang dibebankan untuk setiap unit output.
AVC=
f.     Averege total cost ( biaya total rata-rata), yaitu biaya produksi yang dibebankan untuk setiap unit output.
ATC= AFC+ AVC
1.    Biaya variabel (variabel cost), VC = f (output atau Q), yaitu segala macam biaya yang dikeluarkan berhubungan dengan besar kecilnya unit produksi yang dihasilkan. Bila tenaga kerja yang digunakan tidak digaji tetap melaikan diupah, maka bebannya termasuk dalam biaya variabel.
Secara teoritis biaya variabel dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu :
a.    Biaya variabel yang bersifat progresif, yaitu biaya variabel yang nilainya semakin besar seiring dengan semaki bertambahnya beban produksi
b.    Biaya variabel yang bersifat proporsional, yaitu biaya yang proporsi nilainya sama dengan proporsi pertambahan beban produksi
c.    Biaya variabel yang bersifat degresif yaitu biaya variabel yang nilainya semakin menurun seiring bertambahnya beban produksi.
2.    Total Cost (Total Cost)
Biaya total dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : TC =  FC+VC
                                                             TC                 
                                                                                                VC      
                                                                                                           

FC
                                                                                                                                 
                                                                                                                               
Kurva 6.2 Biaya-biaya Total
Kurva FC bentuknya adalah horizontal karena nilainya tidak berubah walau berapapun banyaknya barang yang diproduksi. Sedangkan kurva VC bermula dari titik nol dan semakin lama akan semakin tinggi. Ini menggambarkan, bahwa ketika tidak ada produksi berarti FC = 0, dan semakin besar produksi semakin besar pula nilai biaya total (VC), bentuk kurva VC pada akhirnya akan semakin tegak.
4.       Pengaruh Pajak, Bunga Bank, Zakat, dan Bagi Hasil Terhadap Biaya Produksi
Pengenaan pajak atas suatu barang yang diproduksi/dijual akan memengaruhi keseimbangan pasar barang. Pajak yang dikenakan atas penjualan suatu barang menyebabkan harga jual barang tersebut naik. Sebab setelah dikenakan pajak produsen akan mengalihkan beban pajak tersebut ke konsumen, yaitu dengan jalan menawarkan harga jual yang lebih tinggi. Akibatnya, harga eseimbangan yang tercipta dipasar menjadi lebih tinggi daripada harga keseimbangan sebelum pajak.
Pajak yang dikenakan atas penjualan selalu menambah harga barang yang ditawarkan, sehingga hanya memengaruhi fungsi penawaran, sedangkan fungsi permintaannya tetap. Pajak dapat memengaruhi nilai keseimbangan pasar sebuah barang seperti jumlah keseimbangan dan harga keseimbangan pasar barang tersebut. Keseimbangan pasar dapat ditemukan dengan nilai Qd = Qs atau Pd =Ps. Pajak dapat menurunkan jumlah permintaan barang dipasar karena setelah dikenakan pajak para produsen akan menaikkan harga barang mereka. Jika sebelum terkena pajak fungsi penawaran barangnya adalah Ps = a + bQ, maka setelah terkena pajak fungsi penawarannya akan menjadi Ps = a + bQ + t.
Pengenaan pajak sebesar t atas setiap unit barang yang dijual menyebabkan kurva penawaran bergeser ke atas, dengan penggal yang lebih besar (lebih tinggi) pada sumbu harga. Jika sebelum pajak persamaan penawarannya P = a + bQ, maka sesudah pajak ia akan menjadi P = a + bQ + t. Dengan kurva penawaran yang lebih tinggi (cateris paribus), titik keseimbangan akan bergeser menjadi lebih tinggi.
Pengenaan pajak penjualan atau pajak pertambahan nilai sebesar, 10% dari harta per unit, akan meningkatkan average total cost. Peningkatan ATC secara langsung juga berarti meningkatkan MC.E’                  
Bila harga tetap pada tingkat harga semula, maka peningkatan biaya ini berarti penurunan profit, karena total revenue tetap sedangkan total cost meningkat. Sebelum adanya pajak penjualan, tingkat profit sebesar profit. Dengan adanya pengenaan pajak penjualan, tingkat profit menurun menjadi profit.

                                                               TC1
                                                                                         TC
                                                                                                   VC1
             
Adanya pengenaan pajak penjualan meningkatkan TC menjadi TC1. Begitu pula dengan bunga yang harus dibayarkan oleh produsen, maka bunga akan menjadi bagian dari fix cost (biaya tetap). Konsekuensinya, keberadaan bunga akan meningkatkan total biaya dari TC menjadi TC1, sehingga akan memengaruhi harga barang.
Berbeda dengan penerapan bagi hasil, di mana bagi hasil dilakukan setelah keuntungan produksi diperoleh. Hal ini tentu tidak akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi. Pada sistem bagi hasil, kurva fix cost tidak mengalami perubahan. Dengan demikian, sistem bagi hasil tidak akan memengaruhi harga barang. Sama halnya denganzakat perdagangan yang dihitung berdasarkan keuntungan yang diperoleh. Artinya, zakat dikenakan setelah produksi. Dengan demikian produsen tidak akan membebankannya kepada konsumen, sehingga harga barang tidak mengalami kenaikan.
M. Motif Produksi
Dalam teori ekonomi, berbagai jenis perusahaan dipandang sebagai unit-unit badan usaha yang mempunyai tujuan untuk mencapai keuntungan yang maksimum. Tujuan pemaksimuman keuntungan pada sebagian perusahaan merupakan tujuan yang paling penting. Untuk tujuan itu perusahaan menjalankan usaha dengan cara sama, yaitu mengatur penggunaan faktor-faktor produksi dengan cara efisien sehingga usaha memaksimumkan keuntungan dapat dicapai dengan cara yang paling efisien.
Pembahasan produksi dalam ekonomi konvensional senantiasa mengusung maksimalisasi keuntungan sebagai motif utama sekaligus sebagai tujuan dari keputusan ekonomi. Strategi, konsep, dan teknik produksi semua diarahkan untuk mencapai keuntungan maksimum, baik dalam jagka pendek, maupun jangka panjang. Produsen dalam sistem ekonomi ini adalah profit seeker atau profit maximizer. Motif keuntungan maksimal sebagai tujuan produksi dalam sistem ekonomi konvensional dinilai merupakan konsep yang absurd. Upaya memaksimalkan keuntungan ini membuat sistem ini sangat mendewakan produktivitas dan efisiensi produksi. Motivasi keuntungan maksimum ini sering memunculkan masalah etika dan tanggungjawab sosial produsen yang meskipun mereka tidak melakukan pelanggaran hukum formal. Para produsen mengabaikan masalah eksternalitas atau dampak yang merugikan dari proses produksi yang menimpa masyarakat, seperti limbah produksi.
Motif untuk memaksimumkan keuntungan dipandang tidak salah dalam Islam. Upaya untuk mencari keuntungan merupakan konsekuensi logis dari aktivitas produksi seseorang karena keuntungan itu merupakan konsekuensi logis dari aktvitas produksi seseorang karena keuntungan itu merupakan rezeki yang diberikan Allah kepada manusia. Islam memandang bahwa kegiatan produksi itu adalah dalam rangka memaksimalkan kepuasan dan keuntungan dunia dan akhirat (QS Al-Qashash: 77). Dalam pandangan Islam, produksi bukan sekedar aktivitas yang bersifat duniawi, tetapi juga merupakan sarana untuk mencari kebahagiaan hidup di akhirat kelak. Untuk itu memotivasi produsen dalam memaksimumkan keuntungan harus dilakukan dengan cara-cara yang sejalan dengan tujuan syariah (maqashid syariah), yaitu mewujudkan kemaslahatan hidup bagi manusia dan lingkungannya secara keseluruhan. Dengan demikian, produsen adalah maslahah maxmizer. Produsen dapat melakukan kegiatan produksi untuk mendapatkan keuntungan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan  ekonomi dengan tetap menjaga kemaslahatan manusia dan lingkungannya.
Maslahah dalam perilaku produsen terdiri atas 2 komponen, yaitu manfaat dan berkah. Produsen atau perusahaan yang menaruh perhatian pada keuntungan, maka manfaat yang diperoleh adalah berupa materi. Sementara itu, berkah adalah bersifat abstrak dan tidak secara langsung berwujud materi. Berkah akan diperoleh apabila produsen menerapkan prinsip dan nilai Islam dalam kegiatan produksinya. Keberkahan tidak bisa datang dengan sendirinya dalam setiap kegiatan manusia, ia harus dicari dan diupayakan walaupun kadang seorang produsen akan mengeluarkan biaya ekstra yang tinggi. Misalnya, seorang produsen yang memperkerjakan tenaga kerja harus menunaikan hak tenaga kerja berupa gaji yang adil dan layak. Dia tidak dibolehkan melakukan eksploitasi terhadap tenaga kerja. Dengan tidak melakukan eksploitasi tenaga kerja (misalnya menakan upah seminimal mungkin), seorang produsen mungkin dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi sehingga keuntungan yang diperolehnya akan maksimal. Namun, karena prinsip keuntungan dalam produksi Islami berorientasi pada keberkahan, hal itu tidak akan dilakukan oleh seorang produsen.
N.    Pemaksimuman Keuntungan
Keuntungan yang maksimum dapat dicapai apabila perbedaan antara hasil penjualan dengan biaya produksi mencapai tingkat yang paling besar. Keuntungan diperoleh apabila hasil penjualan melebihi dari biaya produksi. Sementara itu, kerugian akan dialami apabila hasil penjualan kurag dari biaya produksi.
Dalam menganalisis suatu usaha, ada 2 hal yang harus diperhatikan, yaitu biaya produksi yang dikeluarkan dan hasil penjualan dari barang-barang produksi. Di dalam jangka pendek, pemaksimuman keuntungan oleh suatu perusahaan dapat dicari dengan 2 cara yakni; membandingkan hasil penjualan total dengan biaya total dan menunjukkan hasil penjualan marjinal sama dengan marjinal. Keuntungan adalah perbedaan atau hasil penjualan total yang diperoleh dengan biaya total yang dikeluarkan. Keuntungan akan mencapai maksimum apabila perbedaan di antara keduanya adalah maksimum. Untuk menentukan keadaan ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil penjualan total dan biaya total pada setiap tingkat produksi, dimana hasil penjualan total melebihi biaya total pada jumlah yang paling maksimum (keuntungan = hasil penjualan – biaya produksi). Misalnya pada produksi 1, hasil penjualan barang produksi adalah 150, sedangkan biaya produksi yang telah dikeluarkan adalah 200, berarti perusahaan rugi 50, bila produksi 2 memperoleh hasil penjualan 300, dengan biaya produksi 280, maka keuntungan yang diperoleh adalah 20.
Berkaitan dengan keuntungan dalam produksi, Imam Al-Ghazali tidak menolak kenyataan bahwa mencari keuntungan merupakan motif utama dalam perdagangan. Namun ia memberikan penekanan pada etika bisnis, bahwa keuntungan yang hakiki yang dicari adalah keuntungan di akhirat. Ini mengindikasikan, bahwa keuntungan yang diperoleh adalah dengan cara-cara yang digariskan syariah, yaitu nilai-nilai keadilan dan menghindari kezaliman. Yang lebih menarik dari pernyataan Al-Ghazali adalah mengurangi margin keuntungan dengan menjual harga yang lebih murah akan meningkatkan volume penjualan yang selanjutnya hal ini akan meningkatkan keuntungan.
Cara yang kedua adalah menggunakan bantuan kurva atau biaya rata-rata dan biaya marginal. Pemaksimuman keuntungan dicapai pada tingkat produksi dimana hasil penjualan marginal (marginal revenue/MR) sama dengan biaya marginal (MC), MR = MC. Marginal revenue merupakan tambahan hasil penjualan yang diperoleh perusahaan dari menjual 1 unit lagi barang yang diproduksi. Kalau harga barang tetap Rp.3.000,00 setiap unit tambahan barang yang dijual akan menambah hasil penjualan sebanyak Rp.3.000,00 juga.



[1]Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007:M.), hlm. 102.
[2]Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII, Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2008, hlm.230.
[3]Ahmad Azhar Basyir, Garis Besar Sistem Ekonomi Islam, (Yogyakarta: BPFE, 1984), hlm 13
[4]Rustam Efendi, Produksi dalam Islam, (Yogyakarta: Megistra Insania Press 2003 M), hlm. 11-12
[5]P3EI, Ekonomi Islam, hlm. 233.
[6]Rustam Efendi, Produksi, hlm. 27-33
[7]Mustofa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2010.) hlm. 101
[8]P3EI UII, Ekonomi Islam, hlm. 262
[9]Ali Akbar dan Eko Priyo Utomo, The entrepreneur Way: Menjadi Usahawan Mandiri dan Sukses, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2010), hlm. 86-87.
[10]Yusuf Al-Qardhawi, Imam wa al-Hayah, terj. Fakhruddin HS.Iman dan Kehidupan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm.197.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANAN DAN FUNGSI PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN

Pengaruh Pengetahuan, Religiusitas, dan Promosi Perusahaan terhadap Minat Menabung di Perbankan Syariah (Studi Kasus Mahasiswa Muslim Kota Pontianak)

Makalah Pasar dan Harga dalam Ekonomi Islam