SUKUK
SUKUK
Puji dan syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Sukuk”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas dari Dosen Mata Kuliah Pasar Modal Syariah Ibu
Zuliana Roviqoh, M.E.I
Makalah ini
ditulis berdasarkan literature buku dan jurnal.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan mengenai sukuk. Tak lupa penulis
sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu Mata Kuliah Pasar Modal Syariah
atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan makalah ini,
dan juga penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
penyempurnaan makalah ini, sangat penulis harapkan.
Pontianak, 01 April 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pasar modal merupakan salah satu elemen penting dan
tolak ukur kemajuan perekonomian suatu negara. Salah satu ciri negara industri
maju maupun negara industri baru adalah adanya pasar modal yang tumbuh dan
berkembang dengan baik. Dari angka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), bisa
diketahui perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek. IHSG juga dapat
mencerminkan kondisi perekonomian suatu negara.
Pasar modal memiliki peran strategis bagi perekonomian
nasional. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber pembiayaan bagi
perusahaan dan wahana investasi bagi masyarakat. Perusahaan yang membutuhkan
dana mempunyai beberapa cara, antara lain dengan meminjam ke bank, menerbitkan
saham atau obligasi syariah.
Obligasi syariah atau sering disebut juga
sukuk sudah dikenal dalam Islam sejak abad pertengahan, dimana umat islam
menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk merupakan
bentuk jamak dari kata sakk yang berarti sertifikat atau note. Pada saat itu sukuk digunakan oleh para pedagang
sebagai dokumen yang menunjukan kewajiban financial yang timbul dari usaha
perdagangan dan aktiva komersial lainnya.
Prinsip obligasi syariah pada dasarnya
berbeda dengan obligasi konvensional. Semenjak ada konvergensi pendapat fiqh bahwa bunga diharamkan dalam Islam karena merupakan
salah satu bentuk dari riba, maka muncul pertanyaan-pertanyaan tentang diskonto
dalam evaluasi investasi. Maka instrumen-instrumen yang mempunyai komponen
bunga (interest-bearing instrument) ini keluar dari daftar investasi halal. Seperti halnya
perusahaan yang menjamin dana melalui alat utang jangka panjang seperti
obligasi konvensional pasti memberikan pendapatan kepada investor berupa bunga
atau kupon (Huda & Nasution, 2007). Obligasi konvensional pun
merupakan salah satu produk pendanaan utang yang tidak halal. Kemudian muncul
alternatif yang dinamakan Obligasi syariah (sukuk).
1. Apa pengertian sukuk ?
2. Apa dasar hukum sukuk ?
3. Bagaimana konsep dasar sukuk ?
4. Apa permodalan sukuk ?
5. Apa Jenis-jenis sukuk ?
6.
Apa
perbedaan sukuk dan obligasi ?
7.
Apa
Penerapan dan perkembangan sukuk ?
1. Mahasiswa dapat memahami pengertian sukuk
2.
Mahasiswa
dapat memahami dasar hukum sukuk
3.
Mahasiswa
dapat memahami konsep dasar sukuk
4.
Mahasiswa
dapat memahami permodalan sukuk
5.
Mahasiswa
dapat memahami jenis-jenis sukuk
6.
Mahasiswa
dapat memahami perbedaan sukuk dan obligasi
7.
Mahasiswa
dapat memahami penerapan dan perkembangan sukuk
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Sukuk
Secara harfiah,
sukuk berarti sertifikat – sertifikat. Bebrapa pihak telah menefinidan
sukuk sebgai dokumen – dokumen yang menggambarkan kewajiban keuangan yang
timbul dari perdagangan dan aktifitas komersial lainnya, sedangkan pihak –
pihak lain setelah mendefinikan sukuk sebgai serupa dengan sertifikat –
sertifikat perwalian yang menggambarkan andil atas suatu aset atau ventura
bisnis.
Accounting and Auditing Organization For Islamic
Financial Institution (AAOIFI) di dalam standar syariah No 17 (2) mendefinisikan
sukuk investasi (Sukuk Istithamar)
sebagai “Sertifikat – sertifikat bernilai sama yang menggambarkan andil – andil
tidak terbagi dalam kepemilikan aset berwujud, usufruk, dan jasa, aset – aset
dari proyek tertentu atau aktivitas investasi khusus”. Islamic Financial
Services Baord (IFSB), di dalam standar keadekuatan modal keluarannya (IFSB2),
mendefinisikan sukuk sebagai “ Sertifikat – sertifikat yang menggabarkan
kepemilikan proporsial pemegangnya atas bagian tidak terbagi dari suatu aset pokok,
yag mana pemegangnya memangku semua hak dan kewajiban terkait aset tersebut”.
Securities Commession Malaysia (SC), di dalam pedoman tentang sekuritas Islam
tahun 2004 keluarannya, mendefinisikan sukuk sebagai “dokumen atau sertifikat
yang menggambarkan nilai suatu aset”[1]. [2]
a. Dalam Undang – Undang 19
tahun 2008
b. Dasar hukum Obligasi
Syariah (Sukuk) dalam DSN-MUI, Al-Qur’an dan Sunnah
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 32/DSN-MUI/IX/2002
tentang Obligasi Syariah (Sukuk).
Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indoensia
(DSN-MUI), setelah:
Menimbang :
a) bahwa salah satu bentuk
instrumen investasi pada pasar modal (konvensional) adalah obligasi yang selama
ini didefinisikan sebagai surat berharga jangka panjang yang bersifat utang
yang dikeluarkan oleh Emiten kepada Pemegang Obligasi dengan kewajiban membayar
bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo kepada
pemegang obligasi.
b) bahwa
obligasi sebagaimana pengertian butir tersebut di atas, yang telah diterbitkan
selama ini, masih belum sesuai dengan ketentuan syariah sehingga belum dapat
mengakomodir kebutuhan masyarakat akan obligasi yang sesuai dengan syariah.
c) bahwa agar
obligasi dapat diterbitkan sesuai dengan prinsip syariah, DSN – MUI memandang
perlu menetapkan fatwa mengenai hal tersebut untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
1. Firman Allah SWT, QS. Al –
Maidah ayat 1 :
“Hai orang –
orang yang beriman. Penuhilah akad – akad itu...”
2. Firman
Allah SWT, QS Al – Isra’ ayat 34 :
“...dan
penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawaban”
3. Firman
Allah SWT, QS Al – Baqarah ayat 257:
“Orang yang makan (mengambil) riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,
lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada
Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni –
penghuni neraka; mereka kekal didalamnya”.
4. Hadits
Nabi riwayat Imam At-Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Awf al-Muzaniy, Nabi SAW bersabda
:
“Shulh
(penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) dapat dilakukan di
antara kaum muslimin, kecuali shulh yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat – syarat
mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram.” (HR. At-Tirmidzi dari Amr bin Awf).
5. Kaidah
fikih:
“Pada dasarnya
semua bentuk muamalh boleh dilakukan, kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.[3]
2.3. Konsep
Dasar Sukuk
Penghalalan dalam menghasilkan konsumsi yang baik, islam sangat
menganjurkan agar mendapatkan keberkahan kepada Allah SWT :
1. Obligasi yang tidak dibenarkan
menurut syariah adalah obligasi yang bersifat utang dengan kewajiban membayar
berdasarkan bunga.
2. Obligasi yang
dibenarkan menurut syariah adalah obligasi yang berdasarkan prinsip – prinsip
syariah.
3. Obligasi syariah
(sukuk) adalah suatu surat berharga dengan jangka panjang berdasarkan prinsip
syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Oblihgasi Syariah (sukuk) yang
mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah
(sukuk) baik berupa bagi hasil, margin ataupun fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
2.4. Permodalan sukuk
Permulaan dengan
cara yang baik maka akan menciptakan kelangsungan yang baik pula maka dari itu
permodalan harus sesuai dengan ajaran nash Al-Qu’an dan sunnah.
1. Akad yang dapat
digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain:
|
d. Salam
|
|
e. Istishna
|
|
f. Ijarah
|
2. Jenis usaha yang
dilakukan Emiten (Mudharib) tidak
boleh bertentangan dengan syariah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI
Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana
Syariah;
3. Pendapat (hasil)
investasi yang dibagikan Emiten (Mudharib)
kepada pemegang Obligasi Syariah Mudharabah (Shahibul Mal) harus bersih dari unsur non halal;
4. Pendapatan (hasil) yang
diperoleh pemegang Obligasi Syariah sesuai akad yang digunakan;
Secara umum jika dilihat
dari segi penerbitnya, obligasi dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu
1) obligasi
korporasi, dan
2) obligasi
negara.[6]
Obligasi
|
Sukuk
|
|
Hubungan level pasar primer
|
Pinjaman
|
Beragam
kontrak, tetapi jarang menggunakan pinjaman
|
Imbalan
bagi para investor
|
Bunga
atas pinjaman. (perlindungan dimintakan kepada penerbit-tidak terjamin)
|
Elemen-elemen
laba di dalam kontrak penjualan, kontrak penyewaan, atau kontrak kemitraan
|
Keterbolehan
diperdagangkan di pasar sekunder
|
Penjualan utang
|
Bergantung
pada kodrat aset pokok.[7]
|
Sukuk atau obligasi syariah ini sebenarnya bukan istilah baru dalam
sejarah hukum Islam Istilah ini sudah dikenal sejak abad pertengahan, di mana
umat Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk
merupakan bentuk jamak dari kata sakk yang memiliki arti yang sama dengan
sertifikat atau note. Ia dipergunakan oleh para pedagang pada masa itu sebagai
dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan
dan aktivitas komersial lainnya."
Dalam perkembangannya, The Islamic Jurisprudence Councit (JJC) kemudian mengeluarkan fatwa yang
mendukung berkembangnya sukuk. Hal ini mendorong Otoritas Moneter Bahrain
(RMA-Bahrain Monetery Agency) untuk meluncurkan salam sukuk
berjangka waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001. Pada
tahun yang sama Malaysia juga meluncurkan Global Corporate
Sukuk di pasar keuangan internasional, inilah sukuk global yang pertama kali
muncul di pasar internasional.
Selanjutnya, penerbitan sukuk di pasar
internasional terus bermunculan. Tidak ketinggalan, pemerintahan di dunia Islam
pun mulai melirik hal tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 2002 pemerintah
Malaysia menerbitkan sukuk dengan nilai 600 juta dolar AS dan terserap habis
oleh pasar dengan cepat, bahkan sampai terjadi over suberibe.
Begitu pula pada Desember 2004, pemerintah Pakistan menerbitkan sukuk di pasar
global dengan nilai 600 juta dolar AS dan langsung terserap habis oleh pasar.
Di
Indonesia penerbitan obligasi syariah ini dipelopori oleh Indosat dengan menerbitkan
obligasi syariah senilai RplOO miliar pada Oktober 2002. Obligasi ini mengalami over
subribed dua kali
lipat, sehingga Indosat menambah jumlah obligasi yang ditawarkan menjadi Rp 175
miliar. Langkah ini diikuti Bank Muamalat Indonesia yang menerbitkan obligasi
syariah mudhà rabah senilai
Rp200 miliar pada tanggal 15 Juli 2003, dan Bank Syariah Mandiri senilai Rp200
miliar dengan bentuk obligasi syariah mudhà rabah. Selanjutnya disusul oleh PT Berlian Laju Tanker yang menerbitkan
obligasi syariah mudhà rabah senilai
Rp 175 miliar pada tanggal 28 Mei 2003, PT Bank Bukopin dengan obligasi syariah mudhà rabah senilai
Rp45 miliar pada tanggal 10 Juli 2003, dan PT Ciliandra Perkasa dengan nilai
Rp60 miliar pada tanggal 26 September 2003. Berikut tabel emisi obligasi
syariah yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia.[8][9]
|
Pemerintah Republik Indonesia secara resmi belum
menerbitkan obligasi syariah atau sukuk inL Baru pada Mhun 2009 ini, tepatnya
pada awal minggu kedua, Indonesia akan meniual sukuk ijdrah pertama ke
pasar internasional senilai Rp650 juta dolar AS. Menurut laporan yang dipetLk
dari Bloomberg, Rabu 15 April 2009, pemerintah Indonesia akan membidik
investor Timur Tengah. Penjualan sukuk ijdrah pertama ke pasar
internasional ini didukung oleh HSBC Holding PIc, Standard Chartered Plc, dan
Barclays Plc.[10][11]
BAB III
PENUTUP
Dalam rangka
pengelolaan keuangan negara untuk meningkatkan daya dukung anggaran
pendapan dan belanja negara dalam
menggerakkan perekonomian nasional secara berkasinambungan, diperlukan
pengembangan berbagai instrumen keuangan yang mampu memolibisasi dana publik
secara luas dengan memperhatikan nilai ekonomi, sosial, budaya berkembang dalam
masyarakat.
Potensi sumber
pembiayaan pembangunan nasional yang menggunakan instrumen keuangan berbasis
syariah yang memiliki peluang besar yang pemanfaatannya belum optimal.
Disinilah sukuk menjadi sumber alternatif pembiayaan dalam hal pembangunan
negara.
Semoga dengan dibuatnya makalah ini, kita dapat lebih memahami
tentang sukuk. Harapan saya semoga para pembaca bisa paham dan mengerti apa
yang telah saya terangkan dalam makalah ini dan dapat bermanfaat bagi para
pembaca serta dapat diterapkan materi ini dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Wardi,
Ahmad.2015.Fiqh Muamalah.Jakarta.Amzah
International
Shari’ah Research Academy For Islamic Financie (ISRA). 2015.Sistem Keuangan
Islam.Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
Jurnal
Mohammad Rizki Pratama
Jurnal
Fahmi Salim
[1] International Shari’ah Research
Academy For Islamic Financie (ISRA). Sistem Keuangan Islam (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada,2015) hlm.469
[2]
Jurnal Mohammad Rizki
Pratama
[3] Dewan Syariah Nsional MUI.
Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Jakarta: Erlangga,2014) hlm.578
[4] Dewan Syariah Nsional MUI.
Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Jakarta: Erlangga,2014) hlm.578
[5] Ahmad wardi.
Fiqh Muamalah(Jakarta: Amzah 2015).hlm 584
[6] Ahmad wardi.
Fiqh Muamalah(Jakarta: Amzah 2015).hlm 584
[7] International Shari’ah Research
Academy For Islamic Financie (ISRA). Sistem Keuangan Islam (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada,2015) hlm.479
[8] Ahmad wardi.
Fiqh Muamalah(Jakarta: Amzah 2015).hlm 584
[9] Jurnal fahmi
salim
[10] Ahmad wardi.
Fiqh Muamalah(Jakarta: Amzah 2015).hlm 584
[11] Jurnal fahmi
salim
Komentar
Posting Komentar